I. PENDAHULUAN
Manusia dilahirkan di dunia ini dalam keadaan fitrah, sehingga
pengaruh lingkungan akan turut mempengaruhi perkembangan seseorang. Baik
ataupun buruknya lingkungan akan menjadi referensi bagi perkembangan
masyarakat sekitarnya. WH. Clarck mengemukakan bahwa bayi yang baru
lahir merupakan makhluk yang tidak berdaya, namun ia dibekali oleh
berbagai kemampuan yang bersifat bawaan. Disini mengandung pengertian
bahwa sifat bawaan seseorang tersebut memerlukan sarana untuk
mengembangkannya. Pendidikan merupakan sarana yang tepat dalam mencapai
hal tersebut. Baik pendidikan keluarga, formal ataupun non formal
sekalipun. Terlebih sebagai umat islam maka pendidikan islam tentu
menjadi sebuah jalan yang harus ditempuh oleh semua umat.
Ali Ashraf mengemukakan bahwa pendidikan agama Islam seharusnya
bertujuan menimbulkan pertumbuhan yang seimbang dari kepribadian total
manusia melalui latihan spiritual, intelek, rasional diri, perasaan dan
kepekaan tubuh manusia. Karena itu pendidikan seharusnya membukakan
jalan bagi pertumbuhan manusia dalam segala aspek spiritual,
intelektual, imajinatif, fisikal, ilmiah, linguistik, baik secara
individual maupun secara kolektif dan memotivasi semua aspek untuk
mencapai kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan Muslim
adalah perwujudan penyerahan mutlak kepada Allah, pada tingkat
individual, masyarakat dan kemanusiaan pada umumnya.[1]
Meskpun para ahli masih belum memiliki kesepakatan tentang asal usul
jiwa keagamaan pada manusia, namun pada umumnya mereka mengakui peran
pendidikan dalam menanamkan rasa dan sikap keberagaman pada manusia.
Dengan kata lain, pendidikan dinilai, memiliki peran penting dalam upaya
menanamkan rasa keagamaan pada seseorang anak. Kemudian melalui
pendidikan pulalah dilakukan pembentukan keagamaan tersebut.
Dari tulisan di atas, pemakalah akan membahas tentang Pengaruh Pendidikan Terhadap Jiwa Keagamaan.
II. PERMASALAHAN
-
- Pendidikan Agama dalam Pendidikan Islam
- Pengaruh Pendidikan Terhadap Jiwa Keagamaan
III. PEMBAHASAN
A. Pendidikan Agama dalam Pendidikan Islam
Perkembangan kejiwaan seseorang adalah sebuah bentuk kewajaran dan
pasti terjadi dalam diri seseorang. Oleh karena itu pendidikan merupakan
suatu keniscayaan dalam mengarahkan proses perkembangan kejiwaan.
Terlebih lagi dalam lembaga pendidikan islam, tentu akan mempengaruhi
bagi pembentukan jiwa keagamaan. Jiwa keagamaan ini perlu ditanamkan
pada anak sejak usia dini.
Menurut Quraish Shihab, tujuan pendidikan al Qur`an (Islam) adalah
membina manusia secara pribadi dan kelompok sehingga mampu menjalankan
fungsinya sebagai hamba dan khalifah-Nya, guna membangun dunia ini
sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah. Atau dengan kata yang lebih
singkat dan sering digunakan oleh al Qur`an, untuk bertaqwa kepada-Nya[2].
Dengan demikian pendidikan harus mampu membina, mengarahkan dan melatih
potensi jasmani, jiwa, akal dan fisik manusia seoptimal mungkin agar
dapat melaksanakan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi.
Pendidikan agama memang mempunyai peranan yang sangat penting bagi
manusia, oleh karena itu pendidikan agama islam adalah sebuah upaya
nyata yang akan mengantarkan umat islam kepada perkembangan rasa agama.
Umat islam akan lebih memahami dan terinternalisasi esensi rasa agama
itu sendiri. Pertama yaitu rasa bertuhan; rasa bertuhan ini meliputi
merasa ada sesuatu yang maha besar yang berkuasa atas dirinya dan alam
semesta, ada rasa ikatan dengan sesuatu tersebut, rasa dekat, rasa
rindu, rasa kagum dan lain-lain. Kedua yaitu rasa taat; rasa taat ini
meliputi ada rasa ingin mengarahkan diri pada kehendak-Nya dan ada rasa
ingin mengikuti aturan-aturan-Nya.
Pendidikan agama adalah bentuk pendidikan nilai, karena itu maksimal
dan tidaknya pendidikan agama tergantung dari faktor yang dapat
memotivasi untuk memahami nilai agama. Semakin suasana pendidikan agama
membuat betah maka perkembangan jiwa keagamaan akan dapat tumbuh dengan
optimal. Jiwa keagamaan ini akan tumbuh bersama dengan suasana
lingkungan sekitarnya. Apabila jiwa keagamaan telah tumbuh maka akan
terbentuk sikap keagamaan yang termanifestasikan dalam kehidupan
sehari-harinya.
B. Pengaruh Pendidikan Terhadap Jiwa Keagamaan
a. Pendidikan Keluarga
Gilbert Highest menyatakan bahwa kebiasaan yang dimiliki anak-anak
sebagian besar terbentuk oleh pendidikan keluarga. Sejak dari bangun
tidur hingga ke saat akan tidur kembali, anak-anak menerima pengaruh dan
pendidikan dari keluarga. Hal ini mengandung pengertian, bahwa dalam
usia bayi sampai usia sekolah keluarga mempunyai peran yang dominan
dalam menumbuhkembangkan rasa keagamaan dalam seorang anak.
Potensi religiositas seorang anak akan dapat berkembang baik karena
adanya sentuhan dari orang tua. Melalui sentuhan orang tua ini potensi
keagmaan tersebut berkembang dengan baik karena adanya pengarahan yang
baik pula.
Keluarga sebagai tempat pendidikan pertama dalam proses perkembangan
rasa agama setiap individu. Kedekatan orang tua dengan anaknya
menjadikan orang tua sebagai a significant person bagi anaknya. Semua
perilaku keagamaan orang tua terserap oleh anak menjadi bahan
identifikasi diri anak terhadap orang tuanya. Maka terjadilah proses
imitasi perilaku, karena sekedar peniruan saja atau didiringi oleh
keinginan untuk menjadi seperti orang tuanya. Karena proses imitasi yang
terus menerus maka perilaku keagamaan orang tua terinternalisasi dalam
diri anak dan mengkristal menjadi kata hati [3].
b. Pendidikan Kelembagaan
Di masyarakat primitive lembaga pendidikan secara khusus tidak ada.
Anak-anak umumya dididik di lingkungan keluarga dan masyarakat
lingkungannya. Pendidikan secara kaelembagaan memang belum diperlukan,
karena variasi profesi dalam kehidupan belum ada. Jika anak dilahirkan
di lingkungan keluarga tani, maka dapt dipastikan ia akan menjadi petani
seperti orang tuan dan masyarakat lingkungannya. Demikian pula anak
seorang nelayan, ataupun anak masyarakat pemburu.[4]
Sesuai dengan peran dan fungsinya, lembaga pendidikan merupakan
jenjang setelah pendidikan keluarga. Lembaga pendidikan agama mempunyai
peran yang sangat efektif dalam perkembangan rasa keagamaan seeorang.
Usia anak yang beranjak dewasa dibarengi rasa keingintahuan yang
menggebu menjadi pintu bagi penanaman nilai-nilai keagamaan.
Pihak-pihak yang terkait dengan sekolah seperti guru dan kepala
sekolah mempunyai tugas yang yang berat dalam rangka mengembangkan rasa
keagamaan tersebut. Segala macam kurikulum, sistem belajar, metode,
pendekatan dan sebagainya harus diatur sedemikian rupa sehingga
memudahkkan dalam rangka penanaman rasa keagamaan. Rasa keagamaan yang
dikembangkan dalam sebuah pendidikan agama akan berujung pada perubahan
sikap menerima nilai-nilai agama.
Menurut Mc Guire, proses perubahan sikap dari tidak menerima ke
menerima berlangsung melalui tiga tahap perubahan sikap. Proses pertama
adalah adanya perhatian, kedua adanya pemahaman, dan ketiga adanya
penerimaan. Dengan demikian pengaruh kelembagaan pendidikan dalam
pembentukan jiwa keagamaan pada anak angat tergantung dari kemampuan
para pendidik untuk menimbulkan ketiga proses itu. Pertma, pendidikan
yang diberikan harus dapat menarik perhatian peserta didik. Untuk
menopang pencapaian itu, maka guru agama harus dapat merencanakan
materi, metode serta alat-alat Bantu ynag memungkinkan anak-anak
memberikan perhatiaanya. Kedua, para guru agama harus mampu memberikan
pemahaman kepada anak didik tentang materi pendidikan yang diberikannya.
Pemahaman ini akan lebih mudah diserap jika pendidikan agama yang
diberikan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Jadi, tidak terbatas
pada kegiatan yang bersifat hafalan semata. Ketiga, peneimaan siswa
terhadap materi pendidikan agama yang diberikan. Penerimaan ini sangat
tergantung dengan hub ungan antara materi dengan kebutuhan dan nilai
bagi kehidupan anak didik. Dan sikap menerima tersebut pada garis
besarnya banyak ditentukan oleh sikap pendidik itu sendiri, antara lain
memiliki keahlian dalam bidang agama dan memiliki sifat-sifat yang
sejalan dengan ajaran agama seperti jujur dan dapat dipercaya. Kedua
cirri ini akan sangat menentukan dalam mengubah sikap para anak didik.
c. Pendidikan di Masyarakat
Masyarakat merupakan lapangan pendidikan yang ketiga. Para pendidik
umumnya sependapat bahwa lapangan pendidikan yang ikut mempengaruhi
pendidikan anak didik adalah keluarga, kelembagaan pendidikan dan
lingkungan masyarakat. Keserasian antara ketiga lapangan pendidikan ini
akan memberi dampak yang positif bagi perkembangan anak, termasuk dalam
pembentukan jiwa keagamaan mereka.
Masyarakat bisa menjadi wahana pembelajaran yang sangat luas bagi
pertumbuhan dan perkembangan jiwa keagamaan. Secara nilai dan keilmuan
manusia berkembang terus-menerus, oleh karena itu pengaruh masyarakat
terhadap pertumbuhan jiwa keagamaan merupakan bagian dari aspek
kepribadian yang terintegrasi dalam pertumbuhan psikis.
PENUTUP
Kesimpulan
- Pendidikan agama dalam pendidikan islam sangatlah penting sekali, sebab dengan adanya pendidikan agama, manusia akan lebih dekat dengan Tuhan, dan keimanan mereka akan semakin kuat.
- Pendidikan sangatlah berpengaruh terhadap jiwa keagamaan seseorang,
khususnya dalam pembentukan pribadi atau pembentukan watak. Semakin
tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin baik tingkat kecerdasan
dalam melaksanakan ibadah kepada Allah yang maha esa. oleh karena itu
pengaruh pendidikan terhadap jiwa keagamaan sangatlah penting untuk
diketahui guna untuk menanamkan rasa keagamaan pada seorang anak didik.
Diantara pengaruhnya adalah :
- Pendidikan Keluarga
- Pendidikan Kelembagaan
- Pendidikan di masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Ausubel, D.P. 1969. Theory and Problem of Child Development. New York: Grune and Stone Inc.
Ashraf, Ali. 1993. Horison Baru Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus. cet. Ke-3.
Baldwin, A.L. 1967. Theories of Child Development. New York: John Wiley & Sons.
Jalaludin. 2004. Psikologi Agama. Jakarta: rajawali Pers. Edisi revisi 2004
Shihab, Quraish . 1992. Membumikan al Qur`an. Bandung: Mizan. cet. Ke-2,
[1] Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993), cet. Ke-3, Hal. 2
[2] Quraish Shihab, Membumikan al Qur`an, (Bandung: Mizan, 1992)S, cet. Ke-2, Hal. 173
[3] D.P. Ausubel, Theory and Problem of Child Development (New York: Grune and Stone Inc., 1969). Hal. 381 Lihat juga pada A.L. Baldwin, Theories of Child Development (New York: John Wiley & Sons, 1967). Hal. 459
[4] Prof.Dr.H Jalaludin. Psikologi Agama, (Jakarta: rajawali Pers, 2004),edisi revisi 2004, hal. 222-22