cacad

Friday, January 18, 2013

PENGARUH PENDIDIKAN TERHADAP JIWA KEAGAMAAN

I.                   PENDAHULUAN Manusia dilahirkan di dunia ini dalam keadaan fitrah, sehingga pengaruh lingkungan akan turut mempengaruhi perkembangan seseorang. Baik ataupun buruknya lingkungan akan menjadi referensi bagi perkembangan masyarakat sekitarnya. WH. Clarck mengemukakan bahwa bayi yang baru lahir merupakan makhluk yang tidak berdaya, namun ia dibekali oleh berbagai kemampuan yang bersifat bawaan. Disini mengandung pengertian bahwa sifat bawaan seseorang tersebut memerlukan sarana untuk mengembangkannya. Pendidikan merupakan sarana yang tepat dalam mencapai hal tersebut. Baik pendidikan keluarga, formal ataupun non formal sekalipun. Terlebih sebagai umat islam maka pendidikan islam tentu menjadi sebuah jalan yang harus ditempuh oleh semua umat.
Ali Ashraf mengemukakan bahwa pendidikan agama Islam seharusnya bertujuan menimbulkan pertumbuhan yang seimbang dari kepribadian total manusia melalui latihan spiritual, intelek, rasional diri, perasaan dan  kepekaan tubuh manusia. Karena itu pendidikan seharusnya membukakan jalan bagi pertumbuhan manusia dalam segala aspek spiritual, intelektual, imajinatif, fisikal, ilmiah, linguistik, baik secara individual maupun secara kolektif dan memotivasi semua aspek untuk mencapai kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan Muslim adalah perwujudan penyerahan mutlak kepada Allah, pada tingkat individual, masyarakat dan kemanusiaan pada umumnya.[1]
Meskpun para ahli masih belum memiliki kesepakatan tentang asal usul jiwa keagamaan pada manusia, namun pada umumnya mereka mengakui peran pendidikan dalam menanamkan rasa dan sikap keberagaman pada manusia. Dengan kata lain, pendidikan dinilai, memiliki peran penting dalam upaya menanamkan rasa keagamaan pada seseorang anak. Kemudian melalui pendidikan pulalah dilakukan pembentukan keagamaan tersebut.
Dari tulisan di atas, pemakalah akan membahas tentang Pengaruh Pendidikan Terhadap Jiwa Keagamaan.
 II.                PERMASALAHAN
    1. Pendidikan Agama dalam Pendidikan Islam
    2. Pengaruh  Pendidikan Terhadap Jiwa Keagamaan
III.             PEMBAHASAN
 A.    Pendidikan Agama dalam Pendidikan Islam
Perkembangan kejiwaan seseorang adalah sebuah bentuk kewajaran dan pasti terjadi dalam diri seseorang. Oleh karena itu pendidikan merupakan suatu keniscayaan dalam mengarahkan proses perkembangan kejiwaan. Terlebih lagi dalam lembaga pendidikan islam, tentu akan mempengaruhi bagi pembentukan jiwa keagamaan. Jiwa keagamaan ini perlu ditanamkan pada anak sejak usia dini.
Menurut Quraish Shihab, tujuan pendidikan al Qur`an (Islam) adalah membina manusia secara pribadi dan kelompok sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba dan khalifah-Nya, guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah. Atau dengan kata yang lebih singkat dan sering digunakan oleh al Qur`an, untuk bertaqwa kepada-Nya[2]. Dengan demikian pendidikan harus mampu membina, mengarahkan dan melatih potensi jasmani, jiwa, akal dan fisik manusia seoptimal mungkin agar dapat melaksanakan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi.
Pendidikan agama memang mempunyai peranan yang sangat penting bagi manusia, oleh karena itu pendidikan agama islam adalah sebuah upaya nyata yang akan mengantarkan umat islam kepada perkembangan rasa agama. Umat islam akan lebih memahami dan terinternalisasi esensi rasa agama itu sendiri. Pertama yaitu rasa bertuhan; rasa bertuhan ini meliputi merasa ada sesuatu yang maha besar yang berkuasa atas dirinya dan alam semesta, ada rasa ikatan dengan sesuatu tersebut, rasa dekat, rasa rindu, rasa kagum dan lain-lain. Kedua yaitu rasa taat; rasa taat ini meliputi ada rasa ingin mengarahkan diri pada kehendak-Nya dan ada rasa ingin mengikuti aturan-aturan-Nya.
Pendidikan agama adalah bentuk pendidikan nilai, karena itu maksimal dan tidaknya pendidikan agama tergantung dari faktor yang dapat memotivasi untuk memahami nilai agama. Semakin suasana pendidikan agama membuat betah maka perkembangan jiwa keagamaan akan dapat tumbuh dengan optimal. Jiwa keagamaan ini akan tumbuh bersama dengan suasana lingkungan sekitarnya. Apabila jiwa keagamaan telah tumbuh maka akan terbentuk sikap keagamaan yang termanifestasikan dalam kehidupan sehari-harinya.
B.     Pengaruh Pendidikan Terhadap Jiwa Keagamaan
a.      Pendidikan Keluarga
Gilbert Highest menyatakan bahwa kebiasaan yang dimiliki anak-anak sebagian besar terbentuk oleh pendidikan keluarga. Sejak dari bangun tidur hingga ke saat akan tidur kembali, anak-anak menerima pengaruh dan pendidikan dari keluarga. Hal ini mengandung pengertian, bahwa dalam usia bayi sampai usia sekolah keluarga mempunyai peran yang dominan dalam menumbuhkembangkan rasa keagamaan dalam seorang anak.
Potensi religiositas seorang anak akan dapat berkembang baik karena adanya sentuhan dari orang tua. Melalui sentuhan orang tua ini potensi keagmaan tersebut berkembang dengan baik karena adanya pengarahan yang baik pula.
Keluarga sebagai tempat pendidikan pertama dalam proses perkembangan rasa agama setiap individu. Kedekatan orang tua dengan anaknya menjadikan orang tua sebagai a significant person bagi anaknya. Semua perilaku keagamaan orang tua terserap oleh anak menjadi bahan identifikasi diri anak terhadap orang tuanya. Maka terjadilah proses imitasi perilaku, karena sekedar peniruan saja atau didiringi oleh keinginan untuk menjadi seperti orang tuanya. Karena proses imitasi yang terus menerus maka perilaku keagamaan orang tua terinternalisasi dalam diri anak dan mengkristal menjadi kata hati [3].
b.      Pendidikan Kelembagaan
Di masyarakat primitive lembaga pendidikan secara khusus tidak ada. Anak-anak umumya dididik di lingkungan keluarga dan masyarakat lingkungannya. Pendidikan secara kaelembagaan memang belum diperlukan, karena variasi profesi dalam kehidupan belum ada. Jika anak dilahirkan di lingkungan keluarga tani, maka dapt dipastikan ia akan menjadi petani seperti orang tuan dan masyarakat lingkungannya. Demikian pula anak seorang nelayan, ataupun anak masyarakat pemburu.[4]
Sesuai dengan peran dan fungsinya, lembaga pendidikan merupakan jenjang setelah pendidikan keluarga. Lembaga pendidikan agama mempunyai peran yang sangat efektif dalam perkembangan rasa keagamaan seeorang. Usia anak yang beranjak dewasa dibarengi rasa keingintahuan yang menggebu menjadi pintu bagi penanaman nilai-nilai keagamaan.
Pihak-pihak yang terkait dengan sekolah seperti guru dan kepala sekolah mempunyai tugas yang yang berat dalam rangka mengembangkan rasa keagamaan tersebut. Segala macam kurikulum, sistem belajar, metode, pendekatan dan sebagainya harus diatur sedemikian rupa sehingga memudahkkan dalam rangka penanaman rasa keagamaan. Rasa keagamaan yang dikembangkan dalam sebuah pendidikan agama akan berujung pada perubahan sikap menerima nilai-nilai agama.
Menurut Mc Guire, proses perubahan sikap dari tidak menerima ke menerima berlangsung melalui tiga tahap perubahan sikap. Proses pertama adalah adanya perhatian, kedua adanya pemahaman, dan ketiga adanya penerimaan. Dengan demikian pengaruh kelembagaan pendidikan dalam pembentukan jiwa keagamaan pada anak angat tergantung dari kemampuan para pendidik untuk menimbulkan ketiga proses itu. Pertma, pendidikan yang diberikan harus dapat menarik perhatian peserta didik. Untuk menopang pencapaian itu, maka guru agama harus dapat merencanakan materi, metode serta alat-alat Bantu ynag memungkinkan anak-anak memberikan perhatiaanya. Kedua, para guru agama harus mampu memberikan pemahaman kepada anak didik tentang materi pendidikan yang diberikannya. Pemahaman ini akan lebih mudah diserap jika pendidikan agama yang diberikan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Jadi, tidak terbatas pada kegiatan yang bersifat hafalan semata. Ketiga, peneimaan siswa terhadap materi pendidikan agama yang diberikan. Penerimaan ini sangat tergantung dengan hub ungan antara materi dengan kebutuhan dan nilai bagi kehidupan anak didik. Dan sikap menerima tersebut pada garis besarnya banyak ditentukan oleh sikap pendidik itu sendiri, antara lain memiliki keahlian dalam bidang agama dan memiliki sifat-sifat yang sejalan dengan ajaran agama seperti jujur dan dapat dipercaya. Kedua cirri ini akan sangat menentukan dalam mengubah sikap para anak didik.
c.       Pendidikan di Masyarakat
Masyarakat merupakan lapangan pendidikan yang ketiga. Para pendidik umumnya sependapat bahwa lapangan pendidikan yang ikut mempengaruhi pendidikan anak didik adalah keluarga, kelembagaan pendidikan dan lingkungan masyarakat. Keserasian antara ketiga lapangan pendidikan ini akan memberi dampak yang positif bagi perkembangan anak, termasuk dalam pembentukan jiwa keagamaan mereka.
Masyarakat bisa menjadi wahana pembelajaran yang sangat luas bagi pertumbuhan dan perkembangan jiwa keagamaan. Secara nilai dan keilmuan manusia berkembang terus-menerus, oleh karena itu pengaruh masyarakat terhadap pertumbuhan jiwa keagamaan merupakan bagian dari aspek kepribadian yang terintegrasi dalam pertumbuhan psikis.
 PENUTUP
Kesimpulan
  1. Pendidikan agama dalam pendidikan islam sangatlah penting sekali, sebab dengan adanya pendidikan agama, manusia akan lebih dekat dengan Tuhan, dan keimanan mereka akan semakin kuat.
  2. Pendidikan sangatlah  berpengaruh terhadap jiwa keagamaan seseorang, khususnya dalam pembentukan pribadi atau pembentukan watak. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin baik tingkat kecerdasan dalam melaksanakan ibadah kepada Allah yang maha esa. oleh karena itu pengaruh pendidikan terhadap jiwa keagamaan sangatlah penting untuk diketahui guna untuk menanamkan rasa keagamaan pada seorang anak didik. Diantara pengaruhnya adalah :
    1. Pendidikan Keluarga
    2. Pendidikan Kelembagaan
    3. Pendidikan di masyarakat
DAFTAR PUSTAKA

Ausubel, D.P.  1969. Theory and Problem of Child Development. New York: Grune and Stone Inc.
Ashraf,  Ali. 1993. Horison Baru Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus. cet. Ke-3.
Baldwin, A.L. 1967. Theories of Child Development. New York: John Wiley & Sons.
Jalaludin. 2004. Psikologi Agama.  Jakarta: rajawali Pers. Edisi revisi 2004
Shihab, Quraish . 1992. Membumikan al Qur`an. Bandung: Mizan. cet. Ke-2,

[1] Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993), cet. Ke-3, Hal. 2
[2] Quraish Shihab, Membumikan al Qur`an, (Bandung: Mizan, 1992)S, cet. Ke-2, Hal. 173
[3] D.P. Ausubel, Theory and Problem of Child Development (New York: Grune and Stone Inc., 1969). Hal. 381  Lihat juga pada A.L. Baldwin, Theories of Child Development (New York: John Wiley & Sons, 1967). Hal. 459
[4] Prof.Dr.H Jalaludin. Psikologi Agama,  (Jakarta: rajawali Pers, 2004),edisi revisi 2004, hal. 222-22

Saturday, July 21, 2012

Menantikan Malam 1000 Bulan

Mengenai pengertian lailatul qadar, para ulama ada beberapa versi pendapat. Ada yang mengatakan bahwa malam lailatul qadr adalah malam kemuliaan. Ada pula yang mengatakan bahwa lailatul qadar adalah malam yang penuh sesak karena ketika itu banyak malaikat turun ke dunia. Ada pula yang mengatakan bahwa malam tersebut adalah malam penetapan takdir. Selain itu, ada pula yang mengatakan bahwa lailatul qadar dinamakan demikian karena pada malam tersebut turun kitab yang mulia, turun rahmat dan turun malaikat yang mulia.Semua makna lailatul qadar yang sudah disebutkan ini adalah benar. 

Keutamaan Lailatul Qadar

Pertama, lailatul qadar adalah malam yang penuh keberkahan (bertambahnya kebaikan). Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ , فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ

Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi. dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad Dukhan: 3-4). Malam yang diberkahi dalam ayat ini adalah malam lailatul qadar sebagaimana ditafsirkan pada surat Al Qadar. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.” (QS. Al Qadar: 1)
Keberkahan dan kemuliaan yang dimaksud disebutkan dalam ayat selanjutnya,

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ , تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ , سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْر

Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadar: 3-5). Sebagaimana kata Abu Hurairah, malaikat akan turun pada malam lailatul qadar dengan jumlah tak terhingga. Malaikat akan turun membawa kebaikan dan keberkahan sampai terbitnya waktu fajar.

Kedua, lailatul qadar lebih baik dari 1000 bulan. An Nakho’i mengatakan, “Amalan di lailatul qadar lebih baik dari amalan di 1000 bulan.” Mujahid, Qotadah dan ulama lainnya berpendapat bahwa yang dimaksud dengan lebih baik dari seribu bulan adalah shalat dan amalan pada lailatul qadar lebih baik dari shalat dan puasa di 1000 bulan yang tidak terdapat lailatul qadar.

Ketiga, menghidupkan malam lailatul qadar dengan shalat akan mendapatkan pengampunan dosa. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”

Kapan Lailatul Qadar Terjadi?

Lailatul Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.”

Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil itu lebih memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.”
Lalu kapan tanggal pasti lailatul qadar terjadi? Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah telah menyebutkan empat puluhan pendapat ulama dalam masalah ini. Namun pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat yang ada sebagaimana dikatakan oleh beliau adalah lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun. Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam kedua puluh lima, itu semua tergantung kehendak dan hikmah Allah Ta’ala. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى تَاسِعَةٍ تَبْقَى ، فِى سَابِعَةٍ تَبْقَى ، فِى خَامِسَةٍ تَبْقَى

Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan pada sembilan, tujuh, dan lima malam yang tersisa.” Para ulama mengatakan bahwa hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tanggal pasti terjadinya lailatul qadar adalah agar orang bersemangat untuk mencarinya. Hal ini berbeda jika lailatul qadar sudah ditentukan tanggal pastinya, justru nanti malah orang-orang akan bermalas-malasan.

Do’a di Malam Qadar

Sangat dianjurkan untuk memperbanyak do’a pada lailatul qadar, lebih-lebih do’a yang dianjurkan oleh suri tauladan kita –Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam- sebagaimana terdapat dalam hadits dari Aisyah. Beliau radhiyallahu ‘anha berkata,

قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ « قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى

Katakan padaku wahai Rasulullah, apa pendapatmu, jika aku mengetahui suatu malam adalah lailatul qadar. Apa yang aku katakan di dalamnya?” Beliau menjawab,”Katakanlah: ‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’ (Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf yang menyukai permintaan maaf, maafkanlah aku).”

Tanda Malam Qadar

Pertama, udara dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْلَةُ القَدَرِ لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلَقَةٌ لَا حَارَةً وَلَا بَارِدَةً تُصْبِحُ الشَمْسُ صَبِيْحَتُهَا ضَعِيْفَةٌ حَمْرَاء

“Lailatul qadar adalah malam yang penuh kemudahan dan kebaikan, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar tidak begitu cerah dan nampak kemerah-merahan.”

Kedua, malaikat turun dengan membawa ketenangan sehingga manusia merasakan ketenangan tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah yang tidak didapatkan pada hari-hari yang lain.

Ketiga, manusia dapat melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat.

Keempat, matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tidak ada sinar. Dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata,

هِىَ اللَّيْلَةُ الَّتِى أَمَرَنَا بِهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِقِيَامِهَا هِىَ لَيْلَةُ صَبِيحَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ وَأَمَارَتُهَا أَنْ 
تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِى صَبِيحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لاَ شُعَاعَ لَهَا.

Malam itu adalah malam yang cerah yaitu malam ke dua puluh tujuh (dari bulan Ramadlan). Dan tanda-tandanya ialah, pada pagi harinya matahari terbit berwarna putih tanpa sinar yang menyorot.”

Bagaimana Seorang Muslim Menghidupkan Malam Lailatul Qadar?

Lailatul qadar adalah malam yang penuh berkah. Barangsiapa yang terluput dari lailatul qadar, maka dia telah terluput dari seluruh kebaikan. Sungguh merugi seseorang yang luput dari malam tersebut. Seharusnya setiap muslim mengecamkan baik-baik sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

فِيهِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ

Di bulan Ramadhan ini terdapat lailatul qadar yang lebih baik dari 1000 bulan. Barangsiapa diharamkan dari memperoleh kebaikan di dalamnya, maka dia akan luput dari seluruh kebaikan.”
Oleh karena itu, sudah sepantasnya seorang muslim lebih giat beribadah ketika itu dengan dasar iman dan tamak akan pahala melimpah di sisi Allah. Seharusnya dia dapat mencontoh Nabinya yang giat ibadah pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. ‘Aisyah menceritakan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَجْتَهِدُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِى غَيْرِهِ.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.”
Seharusnya setiap muslim dapat memperbanyak ibadahnya ketika itu, menjauhi istri-istrinya dari berjima’ dan membangunkan keluarga untuk melakukan ketaatan pada malam tersebut. ‘Aisyah mengatakan,

كَانَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ

Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari berjima’), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.”
Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Aku sangat senang jika memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan untuk bertahajud di malam hari dan giat ibadah pada malam-malam tersebut.” Sufyan pun mengajak keluarga dan anak-anaknya untuk melaksanakan shalat jika mereka mampu.
Adapun yang dimaksudkan dengan menghidupkan malam lailatul qadar adalah menghidupkan mayoritas malam dengan ibadah dan tidak mesti seluruh malam. Bahkan Imam Asy Syafi’i dalam pendapat yang dulu mengatakan, “Barangsiapa yang mengerjakan shalat Isya’ dan shalat Shubuh di malam qadar, maka ia berarti telah dinilai menghidupkan malam tersebut”.Menghidupkan malam lailatul qadar pun bukan hanya dengan shalat, bisa pula dengan dzikir dan tilawah Al Qur’an. Namun amalan shalat lebih utama dari amalan lainnya di malam lailatul qadar berdasarkan hadits, “Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.

Hal Hal Yang Di Lakukan Seorang Muslim Saat Berpuasa

Oleh Sheikh Muhammad Jamil Zainu
Ketahuilah wahai saudaraku se-Islam, bahwa Allah mewajibkan atas kita berpuasa sebagai ibadah bagi-Nya, dan agar puasa kita menjadi sempurna dan bermanfaat, maka hendaknya kita melakukan hal-hal berikut ini:

1. Jagalah shalat kita.
Diantara orang-orang yang berpuasa ada orang yang menelantarkan shalat padahal shalat merupakan tiangnya agama dan meninggalkannya termasuk kekufuran.

2. Jagalah puasa Ramadhan.
Latihlah anak-anak kita untuk berpuasa kapan saja mereka mampu dan hendaknya kita berhati-hati dari berbuka (membatalkan puasa) di bulan Ramadhan tanpa ada udzur.

Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam pernah melihat di dalam mimpinya sebuah kaum “yang digantung terbalik dengan kepada di bawah, mulut-mulut mereka robek dan dari mulut mereka darah bercucuran.

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam berkata: ”Siapakah mereka ini?” (Malaikat) menjawab, ”Mereka adalah orang yang berbuka sebelum halal puasa mereka.” [Sebelum halal puasa mereka yaitu sebelum waktu berbuka]. (dishahihkah al-Hakim dan disepakati oleh adz-Dzahabi).

Barangsiapa yang membatalkan puasanya sehari dengan sengaja maka wajib atasnya menggantinya dan bertaubat.

3. Berhati-hatilah dari berbuka puasa di hadapan manusia,
Hal ini merupakan implementasi terhadap sabda Nabi shallahu alaihi wasallam,

كُلُّ أُمَّتِيْ مُعَافىً إِلاَّ المُجاَهِرِيْنَ

Seluruh umatku terampuni kecuali mujahirin (orang yang menampakkan kemaksiatan).” (Muttafaq ’alayhi).

Ath-Thibi berkata, ”Setiap umatku diampuni dari ghibah kecuali orang-orang yang menampakkan (dosa). Membatalkan puasa adalah suatu keberanian atas Alloh, meremehkan Islam dan kelancangan terhadap manusia. Ketahuilah barangsiapa yang tidak berpuasa maka tidak ada ied atasnya, karena ied itu adalah suatu kegembiraan besar dengan menyempurnakan puasa dan diterimanya ibadah.”

4. Jadilah orang yang berakhlak baik, jauhilah kekufuran dan mencela agama serta mu`amalah yang buruk terhadap manusia, berhujjah dengan puasa anda.
Puasa itu mendidik jiwa dan tidak memperburuk akhlak. Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda :

إِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ

Apabila salah seorang dari kalian sedang berpuasa, maka janganlah mengumpat (yarfuts) dan jangan pula membentak-bentak (yaskhob). Apabila ada seorang yang mencela atau menganiayanya, maka katakanlah, “Sesungguhnya aku seorang yang sedang berpuasa.” (Muttafaq ’alayhi).

[mengumpat : mengucapkan kata kotor, membentak : mengangkat suara].

5. Menjaga lisan dari ghibah (menggunjing), berdusta dan selainnya.
Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda,

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَعَمِلَ بِهِ فَلَيْسَ للهِ حَاجَةً فِى أَنْ يَدَعْ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta atau melakukan kedustaan, maka Alloh tidak butuh akan (puasanya yang) meninggalkan makan dan minum.” (HR Bukhari)

Dan sabda beliau,


كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَمِهِ إِلاَّ الظَّمَأ

Betapa banyak orang yang berpuasa, namun dia tidaklah mendapatkan dari puasanya melainkan hanya dahaga.” [Shahih, HR ad-Darimi]. 

6. Tambah pengetahuan kita tentang Islam. 
Bacalah artikel seputar masalah puasa dan selainnya, supaya kita dapat mengetahui hukum-hukum seputar puasa sehingga kita dapat mengetahui bahwa makan dan minum karena lupa tidaklah membatalkan puasa, jinabah (berkumpul dengan isteri atau mimpi) pada malam hari tidaklah mencegah puasa, walaupun yang wajib adalah menghilangkan junub-nya untuk berthoharoh dan sholat.
Wallahu’alam bish shawwab.
Sumber ::
http://www.mukminun.com/2012/07/hal-hal-yang-harus-dilakukan-seorang.html

Hal-Hal Yang Membatalkan Puasa Dan Pahala

Hal-Hal Yang Membatalkan Puasa Dan Pahala

Ada beberapa hal yang bisa membatalkan/merusak pahala puasa yang harus dihindarkan pada saat menjalankan ibadah puasa. Jika hal itu dilakukan maka tidak akan mendapatkan pahala puasa walaupun ibadah puasanya tidak batal. Banyak hal yang menyebabkan/merusak  pahala puasa
Dalam Hadits disebutkan : Banyak orang-orang yang berpuasa, tidak ada baginya dari puasa yang dijalankan hanya mendapatkan rasa lapar dan haus saja. (Kam Min Shooimin Laisa Lahu Min Shiyamihi Illal Ju’i Wal AthSyi ) artinya puasa orang itu sia-sia atau tidak mendapatkan pahala dan keutamaan puasa yang dijalankan kecuali rasa lapar dan haus.

Ada perbedaan antara hal yang membatalkan puasa dan yang membatalkan pahala puasa :
Hal yang Membatalkan Puasa:
  • Makan Dan Minum dengan sengaja
  • Bersenggama siang hari ( mulai dari terbit fajar/imsak)
  • Mengeluarkan sperma dengan sengaja (dikocok)
  • Muntah disengaja ( mencolok mulut)
  • Haid atau Nifas (Keluar darah)
  • Merokok
  • Murtad (Keluar Dari Islam)
  • Memasukan suntikan berupa makanan
  • Memasukan air dari dubur (seperti sengaja kentut di air)
Hal yang mengurangi atau Merusak Pahala Puasa:
  • Berkata Dusta (Bohong)
  • Membicarakan orang lain
  • Bersaksi palsu
  • Rafats (Berbicara keji/kotor) berbicara seputar dunia seks ada berpendapat sumpah serapah
  • Laghwu ( uacapan yang tidak beranfaat)
  • Shakhab (ucapan keras) dalam bertikaian
  • Bertikai (termasuk adu mulut)
  • Hasut/dengki (berbuat merugikan orang lain)
  • Memandang wanita ( timbul nafsu)
  • Ciuman dengan lawan jenis bukan muhrim (tidak termasuk dengan istri)
  • dll
Hal Yang tidak Membatalkan pahala puasa
  • Menggosok gigi
  • Menyicip makanan saat memasak tapi jangan ditelan (hati-hati)
  • Menelan ludah
  • Muntah tidak sengaja
  • Keluar sperma saat bermimpi
  • Keluar darah dari luka atau karena tidak sengaja (kecuali darah yang keluar banyak dan membuat badan terasa lemas dan pusing)
  • Kumur-kumur (hat-hati saja)
Kesimpulan : hal yang membatalkan puasa jika terjadi karena tidak sengaja, lupa atau belum tahu hukumnya maka tidak akan membatalkan puasa. Mudah-mudahan bermanfaat

sumber : http://lensaberita.com/703/hal-hal-yang-membatalkan-puasa-dan-pahala-puasa/

10 Hikmah Puasa Ramadhan


Ketika bulan ramadhan seperti ini kita selalu berpikir apa hikmah yang kita dapat setelah berjuang puasa seharian. berikut adalah 10 hikmah puasa ramadhan :

1. Bulan Ramadhan bulan melatih diri untuk disiplin waktu. Dalam tiga puluh hari kita dilatih disiplin bagai tentara, waktu bangun kita bangun, waktu makan kita makan, waktu menahan kita sholat, waktu berbuka kita berbuka, waktu sholat tarawih, iktikaf, baca qur'an kita lakukan sesuai waktunya. Bukankah itu disiplin waktu namanya? Ya kita dilatih dengan sangat disiplin, kecuali orang tidak mau ikut latihan ini.

2. Bulan Ramadhan bulan yang menunjukkan pada manusia untuk seimbang dalam hidup. Di bulan Ramadhan kita bersemangat untuk menambah amal-amal ibadah,
dan amal-amal sunat. Artinya kita menahan diri atas satu pekerjaan yang monoton dan lalai beribadah kepadaNya. Orang yang lalai atas mengingat Allah, selalu asyik dengan pekerjaannya, sehingga waktu istirahat siang, sholat, dan makan sering terabaikan. Atau waktu yang seharusnya dipakai untuk beribadah kepada Allah dipakai untuk makan siang bersama kekasih. Sholat? tinggal. Di bulan Ramadhan kita diajarka hidup seimbang, antara pekerjaan, dan Ibadah. Pekerjaan untuk kepentingan dunia dan Ibadah untuk kepentingan Akhirat.

3. Bulan Ramadhan adalah bulan yang mengajarkan Manusia akan pentingnya arti persaudaraan, dan silaturahmi. Di keluarga orang yang tidak mengerti akan arti persaudaraan. Persaudaraan di keluarga tidak begitu akrab, adik beradik bertengkar, Ibu dan Ayah kadang saling tidak memperhatikan. Persaudaraan dari Gang Jalanan, banyak juga perkelahiannya. Persaudaraan atas satu kelompok, satu bangsa, satu tanah air, hanya selogan dan nama, kurang sekali mendapat makna. Dalam Islam ada persaudaraan sesama muslim, akan tampak jelas jika berada dibulan Ramadhan, Orang memberikan tajil perbukaan puasa gratis. Sholat bersama di masjid, memberi ilmu islam dan banyak ilmu Islam di setiap ceramah dan diskusi keagamaan yang dilaksanakan di Masjid. Semuanya didapat gratis tanpa bayaran. Sesama muslim saling bersalaman, bercengkrama saling menanyakan kabar. Sama-sama sholat tarawih tadarus dengan saling mengajarkan Qur'an, dan banyak makanan sedekah di Masjid. Ya tentunya Gratis. Persaudaraan sesama muslim sebenarnya punya pelajaran dan bab khusus, ada ayat qur'an tentang persaudaraan, ada banyak hadits nabi, tetapi jarang diperhatikan orang betapa pentingnya arti persaudaraan itu. Tetapi dibulan Ramadha ia akan tampak dengan sendirinya.

4. Bulan Ramadhan mengajarkan agar peduli pada orang lain yang lemah. Di bulan Ramadhan kita puasa, merasaka lapar dan dahaga, mengingatkan kita betapa sedihnya nasib orang yang tidak berpunya, orang terlantar, anak yatim yang tiada orang tuanya, fakir miskin yang hidup di tempat yang tidak layak. Apakah kita tidak merasa prihatin? Sehingga kita peduli untuk membantu saudara-saudara kita yang kelaparan. Baik karena kondisi ekonomi, atau disebabkan bencana Alam. Allah menyindir orang yang tidak peduli pada nasib orang lain yang miskin sebagai pendusta Agama. Juga Allah mengataka orang yang tidak peduli dengan nasib fakir miskin dan anak yatim sebagai orang yang tidak mempergunakan potensi pancaindranya untuk melihat keadaan sekelilingnya. Orang yang tidak peduli dengan orang lain juga disebut sebagai orang yang salah menilai atau memandang kehidupan.

5. Bulan Ramadhan mengajarkan akan adanya tujuan setiap perbuatan dalam kehidupan. Di bulan puasa kita diharuskan sungguh-sungguh dalam beribadah, menetapkan niat yang juga berisi tujuan kenapa dilakukannya puasa. Tuajuan puasa adalah untuk melatih diri kita agar dapat menghindari dosa-dosa di hari yang lain di luar bulan Ramadhan. Kalau tujuan tercapai maka puasa berhasil. Tapi jika tujuannya gagal maka puasa tidak ada arti apa-apa. Jadi kita terbiasa berorientasi kepada tujuan dalam melakukan segala macam amal ibadah.
6. Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita hidup ini harus selalu mempunyai nilai ibadah. Setiap langkah kaki menuju masjid ibadah, menolong orang ibadah, berbuat adil pada manusia ibadah, tersenyum pada saudara ibadah, membuang duri di jalan ibadah, sampai tidurnya orang puasa ibadah, sehingga segala sesuatu dapat dijadikan ibadah. Sehingga kita terbiasa hidup dalam ibadah. Artinya semua dapat bernilai ibadah.

7. Bulan Ramadhan melatih diri kita untuk selalu berhati-hati dalam setiap perbuatan, terutama yang mengandung dosa. Dibulan Ramadhan kita berpuasa. Kita menahan Lapar dan dahaga. Bukan itu saja. Tetapi juga menahan segala yang dapat membatalkan puasa, juga segala yang dapat merusak puasa. Terutama hal-hal yang dapat menimbulkan dosa. Sehingga di dalam bulan Ramadhan kita dapat terbiasa dan terlatih untuk menghindari dosa-dosa kita agar kita senantiasa bersih dari perbuatan yang dapat menimbulkan dosa. Latihan ini menimbulkan kemajuan positif bagi kita jika diluar bulan Ramadhan kita juga dapat menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan dosa seperti bergunjing, berkata kotor, berbohong, memandang yang dapat menimbulkan dosa, dan lain sebagainya.

8. Bulan Ramadhan melatih kita untuk selalu tabah dalam berbagai halangan dan rintangan. Dalam Puasa di bulan Ramadhan kita dibiasakan menahan yang tidak baik dilakukan. Misalnya marah-marah, berburuk sangka, dan dianjurkan sifat Sabar atas segala perbuatan orang lain kepada kita. Misalkan ada orang yang menggunjingkan kita, atau mungkin meruncing pada Fitnah, tetapi kita tetap Sabar karena kita dalam keadaan Puasa. Dengan Sabar hasutan Syeitan untuk memperuncing konflik menjadi gagal. Kitalah pemenangnya dari godaan Syeitan tersebut. Masalah orang menggunjing, memfitnah, biarlah itu jadi dosa-dosanya, janganlah kita ikut berdosa dengan dosa orang lain.

9. Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita akan arti hidup hemat dan sederhana. Setiap hari kita membeli kue dan minuman untuk berbuka puasa. Dari sekian banya kue dan minuman yang kita beli. Hanya minuman segelas teh buatan kita sendiri yang diminum. Yang lain banyak tertinggal dan sebagian terbuang keesokan harinya. Hal ini menyadarkan kita, bahwa apa yang kita beli banyak-banyak sebelum berbuka, hanyalah hawa nafsu saja. Kebutuhan kita hanyalah segelas teh manis! Mengapa kita harus membeli banyak-banyak minuman dan kue-kue yang akhirnya tidak kita makan? Hal ini menyadarkan kita betapa kita harus hemat, membeli sekedar yang dibutuhkan. Kelebihan uang yang kita punyai mungkin dapat kita sedekahkan bagi yang lebih membutuhkan.

10. Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita akan pentingnya rasa syukur kita, atas nikmat-nikmat yang diberikan pada kita. Rasa syukur kita akan adanya nikmat makanan yang telah kita punyai terasa ketika kita puasa. Kita merasakan lapar, tetapi kita masih mempunyai makanan. Bagaimana dengan orang yang merasakan lapar tetapi bukan karena ia juga puasa, tetapi karena memang tidak punya makanan? Kita sakit, kita dapat makan obat ketika buka, tetapi bagaimana dengan orang yang tidak punya obat, ketika ia sakit? Kita enak, ketika kita puasa merasa lapar dan haus, kita lengahkan dengan menonton televisi atau hal-hal lain seperti internet. Bagaimana dengan orang ketika ia lapa dan haus mereka lengahkan lapar dan hausnya dengan bekerja memenuhi tuntutan majikannya? Bukan karena memang tidak punya televisi atau internet, tetapi karena tuntutan hidup, yang mengharuskan ia bekerja untuk makan hari ini dan hari ketika ia tidak bekerja. Tidakkah harusnya kita bersyukur terhadap nikmat yang telah diberikan pada kita?

Sumber: http://www.pangkalanunik.com/2011/08...#ixzz214lQDLw5

Friday, July 20, 2012

Ensiklopedi Amalan Bulan Ramdhan

Sungguh termasuk diantara keutamaan dan nikmat Alloh yang sangat besar kepada para hambanya adalah mempersiapkan kepada mereka musim dan waktu yang penuh dengan keutamaan, agar menjadi ladang menuai pahala bagi orang-orang yang taat dan medan bagi orang yang ingin berlomba-lomba kebaikan. Bulan ramadhan adalah bulan yang penuh barokah, penuh dengan keutamaan yang banyak, Alloh berfirman:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗيُرِيدُ اللَّـهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّـهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ ﴿١٨٥

Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). (QS.al-Baqoroh: 185).

`Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda: “Telah datang kepada kalian bulan ramadhan, bulan yang penuh berkah. Alloh mewajibkan puasa atas kalian di dalamnya. Pada bulan itu dibuka pintu-pintu surga, ditutup pintu-pintu neraka dan dibelenggu setan-setan. Alloh menjadikan pada bulan itu sebuah malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang tercegah dari kebaikannya, maka sungguh dia tercegah untuk mendapatkannya”.[151]

Sebagian salaf mengatakan: “Sesungguhnya Alloh menjadikan bulan Ramadhan sebagai medanbagi para makhluknya untuk berlomba-lomba di dalamnya dengan ketaatan. Adayang mendahului dan merekalah para pemenang, dan ada yang tertinggal dan merekalah yang merugi”.[152]

Akan tetapi yang sangat disayangkan, kebanyakan manusia tidak mengenal musim-musim kebaikan, mereka tidak memandang kehormatan bulannya. Maka jadilah bulan Ramadhan kosong dari ketaatan, ibadah, membaca al-qur’an, shadaqah dan dzikir. Mereka tidak mengenal bulan Ramadhan melainkan hanya untuk mengumpulkan aneka ragam makanan dan minuman. Mereka tidak mengenal bulan Ramadhan kecuali bulan untuk begadang di malam hari, tidur diwaktu siang, bahkan sampai ada diantara mereka yang hanya tidur dan meninggalkan shalat wajib!!. Wallohul Musta’an.

HUKUM DAN ADAB SEPUTAR PUASA

  1. Niat sebelum puasa
Berdasarkan hadits:

عَنْ حَفْصَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: مَنْ لَمْ يُجْمِعْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ

Dari Hafshoh ummul mukminin bahwasanya rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang tidak meniatkan puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya”.[153]

Melafadzkan niat puasa?

Niat tempatnya di dalam hati, bukan melafadzkannya dengan lisan semisal ucapan yang sering kita dengar Nawaitu Shouma Ghodin Fardhon Lillahi Ta’ala. Bahkan mengucapkan niat dalam ibadah, baik ketika berwudhu, shalat, atau puasa adalah menyelisihi syariat atau kita katakan bid’ah.

Abu Abdillah Muhammad bin Qosim al-Maliki berkata: “Niat termasuk pekerjaan hati, maka mengeraskannya adalah bid’ah”.[154]

2. Sahur[155]

Berdasarkan hadits:

عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ :  تَسَحَّرُوْا فَإِنَّ فِيْ السُّحُوْرِ بَرَكَةً

Dari Anas bin Malik bahwasanya Rasulullah bersabda: “Sahurlah kalian, karena sesungguhnya di dalam sahur itu terdapat keberkahan“.[156]

Hadits ini berisi anjuran untuk sahur sebelum puasa, karena didalamnya terdapat kebaikan yang banyak dan membawa berkah. Perintah dalam hadits ini hanya menunjukkan sunnah tidak sampai wajib[157], namun demikian hendaklah kita berusaha untuk tidak meninggalkan sahur walaupun hanya dengan seteguk air. Rasulullah mengatakan:

 السَّحُوْرُ أَكْلُهُ بَرَكَةٌ فَلاَ تَدَعُوْهُ وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جَرْعَةً مِنْ مَاءٍ فَإِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ الْمُتَسَحِّرِيْنَ

Sahur makannya adalah berkah. Maka janganlah kalian tinggalkan walaupun hanya dengan seteguk air. Sesungguhnya Alloh dan malaikatNya bershalawat kepada orang-orang yang sahur.[158]

Dan termasuk sunnah ketika sahur adalah untuk mengakhirkannya. Zaid bin Tsabit berkata: “Kami sahur bersama nabi, kemudian beliau berdiri untuk shalat shubuh. Anas bertanya: “Berapa lama jarak antara selesai sahurnya dengan adzan? Zaid menjawab: “Lamanya sekitar bacaan limapuluh ayat”.[159]

3. Membaca al-Qur’an

Saudaraku… hiasilah bulan yang penuh berkah ini dengan membaca al-Qur’an. Ramadhan adalah bulan diturunkannya al-Qur’an. Perbanyaklah membaca, mentadabburi dan memahami isinya pada bulan ini. Rasulullah sebagai teladan kita beliau selalu mengecek bacaan al-Qur’annya pada malaikat jibril pada bulan ini.[160] Cukuplah keutamaan membaca dan mempelajari al-Qur’an sebuah hadits yang berbunyi:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ يَقُوْلُ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ: مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُوْلُ آلمَ حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيْمٌ حَرْفٌ

Dari Abdullah bin Mas’ud bahwasanya rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang membaca satu huruf al-Qur’an, maka baginya satu kebaikan, setiap satu kebaikan dilipat gandakan hingga sepuluh kebaikan. Aku tidak mengatakan Aliif Laam Miim satu huruf, akan tetapi Aliif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf.[161]

4. Menjaga anggota badan

Puasa tidak hanya menahan makan dan minum semata. Akan tetapi lebih dari itu, yaitu menahan anggota badan dari bermaksiat kepada Alloh. Menahan mata dari melihat yang haram, menjauhkan telinga dari mendengar yang haram, menahan lisan dari mencaci dan menggibah, menjaga kaki untuk tidak melangkah ke tempat maksiat. Rasulullah bersabda:

رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلاَّ الْجُوْعُ

Betapa banyak orang yang berpuasa tidak ada bagian dari puasanya kecuali hanya mendapat lapar belaka.[162]

5. Jagalah lisan!!

Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda:

 الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْهَلْ وَإِنْ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ

“Puasa adalah perisai. Maka janganlah berkata kotor dan berbuat  bodoh. Apabila ada yang memerangimu atau mencelamu, maka katakanlah aku sedang puasa”.[163]
Dalam hadits yang lain rasulullah bersabda:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ وَالْجَهْلَ فَلَيْسَ ِللهِ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan amalannya serta kebodohan, maka Alloh tidak butuh dia meninggalkan makan dan minumnya.[164]

Dari sinilah kita mengetahui hikmah yang mendalam dari disyariatkannya puasa, andaikan kita terlatih dengan tarbiah yang agung semacam ini, sungguh Ramadhan akan berlalu sedangkan manusia berada dalam akhlak yang agung, berpegang dengan akhlak dan adab, karena  itu adalah tarbiyah yang nyata.[165]
  1. Memperbanyak amalan shalih

Manfaatkan bulan ramadhan ini dengan perbuatan baik. Penuhi dengan amalan shalih. Manfaatkan waktu yang ada dengan dzikir, membaca al-Qur’an, mengkaji ilmu agama, banyak bershadaqoh, dan lain-lain. Karena semakin banyak ibadah yang kita kerjakan pada bulan mulia ini semakin besar pula ganjarannya. Demikian pula sebaliknya apabila bulan mulia ini kita kotori dengan kemaksiatan, maka akan semakin besar pula dosanya.[166]
  1.  Hukum-hukum seputar orang yang berpuasa

A. Pembatal puasa

Paraulama telah menyebutkan dalam berbagai kitab fiqih mereka beberapa pembatal puasa, yaitu:
  1. Jima’
  2. Mengeluarkan mani dengan sengaja
  3. Makan dan minum dengan sengaja
  4. Segala sesuatu yang semakna dengan makan dan minum
  5. Muntah secara sengaja
  6. Keluar darah haidh dan nifas
Pembatal-pembatal puasa ini tidak membatalkan puasa seseorang kecuali dengan tiga syarat:

Pertama: Orang yang berpuasa mengetahui hukum dari pembatal-pembatal puasa ini.

Kedua: Dalam keadaan ingat, tidak karena lupa

Ketiga: Sengaja dan atas kehendak dirinya sendiri.

- Apabila ada yang muntah dengan sengaja karena mengira bahwa muntah dengan sengaja tidak membatalkan, maka puasanya sah tidak batal. Dalilnya Alloh berfirman:

ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِندَ اللَّـهِ ۚفَإِن لَّمْ تَعْلَمُوا آبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ ۚ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُم بِهِ وَلَـٰكِن مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ ۚوَكَانَ اللَّـهُ غَفُورًا رَّحِيمًا ﴿٥

Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu.Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. al-Ahzab:5)

- Apabila ada yang makan dan minum setelah fajar, karena dia mengira fajar belum terbit atau makan dan minum karena mengira matahari telah terbenam, kemudian setelah itu jelas baginya bahwa fajar telah terbit dan matahari belum terbenam, maka puasanya sah tidak batal. Karena dia jahil akan waktu. Asma’ Binti Abi Bakar berkata: “Kami pernah berbuka puasa pada zaman nabi pada hari yang mendung, kemudian setelah itu ternyata matahari masih terbit”.[167]

Nabi tidak memerintahkan untuk mengganti puasa mereka, maka orang yang jahil akan waktu puasa, puasanya sah tidak batal.

- Apabila ada yang makan dan minum karena lupa, maka puasanya tidak batal. Alloh berfirman:
وَاعْفُ عَنَّ
ا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا ۚ أَنتَ مَوْلَانَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ ﴿٢٨٦

“Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah. (QS.al-Baqarah 286).

- Apabila seseorang tidur, kemudian disiram air hingga masuk mulutnya, maka puasanya tidak batal, karena masuknya air ke mulut bukan kehendak dirinya.

B. Berbuka puasa secara sengaja??

Berbuka puasa secara sengaja pada bulan Ramadhan tanpa alasan yang syar’I adalah perbuatan dosa besar. Rasulullah bersabda:

Ketika aku sedang tidur, tiba-tiba datang kepadaku dua orang yang kemudian memegang bagian bawah ketiakku dan membawaku ke sebuah gunung yang terjal. Keduanya berkata, “Naiklah”. Aku menjawab: “Aku tidak mampu”, keduanya berkata, “Baiklah, akan kami bantu engkau”. Akhirnya aku naik juga, tatkala aku sampai pada pertengahan gunung, aku mendengar suara yang sangat mengerikan, aku bertanya: “Suara apa ini?” keduanya berkata: “Itu teriakan penduduk neraka”. Kemudian aku dibawa lagi, dan aku melihat sekelompok orang yang kaki-kaki mereka digantung, tulang rahang mereka dipecah, darah mengalir dari tulang rahang mereka.[168] Aku bertanya: “Siapakah mereka itu?” Keduanya menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang berbuka puasa sebelum waktunya”.[169]

Hadits ini adalah dalil yang sangat jelas akan besarnya dosa orang yang berbuka puasa Ramadhan secara sengaja tanpa udzur. Bahkan hadits ini menunjukkan berbuka puasa tanpa udzur termasuk dosa besar.

Imam adz-Dzahabi berkata: “Dosa besar yang ke sepuluh adalah berbuka puasa pada bulan Ramadhan tanpa ada udzur dan alasan”.[170]

Perhatian:

Hadits yang berbunyi

مَنْ أَفْطَرَ مِنْ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ وَلاَ مَرَضٍ لَمْ يَقْضِهِ صَوْمُ الدَّهْرِ وَإِنْ صَامَهُ

Barangsiapa tidak berpuasa di bulan Ramadhan tanpa ada udzur atau sakit, maka dia tak dapat ditebus dengan puasa setahun sekalipun dia berpuasa.
Adalah hadits yang lemah menurut timbangan ahli hadits.[171]

C. Puasanya orang yang diberi udzur

Alloh berfirman:

 وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗيُرِيدُ اللَّـهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّـهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ ﴿١٨٥

Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (QS.al-Baqarah 185).

1.Musafir

Orang yang musafir (bepergian jauh) ada tiga keadaan:

Pertama: Jika berpuasa sangat memberatkannya, maka haram baginya berpuasa. Tatkala fathu makkah, para sahabat merasakan sangat berat dalam berpuasa. Akhirnya rasulullah berbuka, akan tetapi ada sebagian sahabat yang tetap memaksakan puasa. Maka rasulullahpun berkata: “Mereka itu orang yang bermaksiat, mereka itu orang yang bermaksiat”.[172]

Kedua: Jika berpuasa tidak terlalu memberatkannya, maka dibenci puasa dalam keadaan seperti ini, karena dia berpaling dari keringanan Alloh, yaitu dengan tetap berpuasa padahal dia merasa berat walaupun tidak sangat.

Ketiga: Puasa tidak memberatkannya. Maka hendaklah dia mengerjakan yang mudah, boleh puasa atau berbuka. Karena Alloh berfirman:

رِيدُ اللَّـهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.(QS.al-Baqarah 185).[173]

2.Orang yang sakit

Orang yang sakit terbagi menjadi dua golongan;

Pertama; Orang yang sakitnya terus menerus, berkepanjangan, tidak bisa diharapkan sembuh dengan segera seperti sakit kanker, maka dia tidak wajib puasa. Karena keadaan sakit seperti ini tidak bisa diharapkan untuk bisa puasa. Hendaklah ia memberi makan satu orang miskin sebanyak hari yang ditinggalkan.

Kedua; Orang yang sakitnya bisa diharapkan sembuh, seperti sakit panas dan sebagainya. Maka orang yang sakit seperti ini tidak lepas dari tiga keadaan;
  1. Puasa tidak memberatkannya dan tidak membahayakan. Wajib baginya untuk puasa, karena dia tidak punya udzur.
  2. Puasa memberatkannya akan tetapi tidak membahayakan dirinya, dalam keadaan seperti ini maka dibenci untuk puasa. Karena apabila puasa berarti dia berpaling dari keringanan Alloh, padahal dirinya merasa berat.
  3. Puasa membahayakan dirinya, maka haram baginya untuk puasa. Karena apabila puasa berarti dia mendatangkan bahaya bagi dirinya sendiri. Alloh berfirman;
وَلَا تَقْتُلُوا أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّـهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا ﴿٢٩

Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisa: 29)

Untuk mengetahui bahaya atau tidaknya puasa bagi yang sakit, bisa dengan perasaan dirinya kalau puasa akan berbahaya, atau atas diagnosa dokter yang terpercaya. Maka kapan saja seorang yang sakit tidak puasa dan termasuk golongan ini, hendaklah dia mengganti puasa yang di tinggalkan apabila dia sudah sembuh dan sehat. Apabila dia meninggal sebelum dia sembuh maka gugurlah utang puasanya. Karena yang wajib baginya adalah untuk mengqadha puasa di hari yang lain yang dia sudah mampu melakukannya, sedangkan dia tidak mendapati waktu tersebut.[174]

3.Wanita hamil dan menyusui

Wanita hamil dan menyusui ada tiga keadaan:

Pertama: Apabila wanita hamil dan menyusui khawatir dengan puasanya dapat membahayakan dirinya saja, maka boleh baginya berbuka dan wajib mengqodho (mengganti) di hari yang lain kapan saja sanggupnya menurut pendapat mayoritas ahli ilmu, karena dia seperti orang yang sakit yang khawatir terhadap kesehatan dirinya. Alloh berfirman:

فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ ۚ وَأَن تَصُومُوا خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ ﴿١٨٤

Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. (QS.al-Baqarah 184).

Imam Ibnu Qudamah mengatakan, “Walhasil, bahwa wanita yang hamil dan menyusui, apabila khawatir terhadap dirinya, maka boleh berbuka dan wajib mengqodho saja. Kami tidak mengetahui ada perselisihan diantara ahli ilmu dalam masalah ini, karena keduanya seperti orang yang sakit yang takut akan kesehatan dirinya.[175]

Kedua: Apabila wanita hamil dan menyusui khawatir dengan puasanya dapat membahayakan dirinya dan anaknya, maka boleh baginya berbuka dan wajib mengqodho seperti keadaan pertama.
Imam an-Nawawi mengatakan: “Parasahabat kami mengatakan: “Orang yang hamil dan menyusui apabila keduanya khawatir dengan puasanya dapat membahayakan dirinya maka dia berbuka dan mengqodho, tidak ada fidyah karena dia seperti orang yang sakit, dan semua ini tidak ada perselisihan. Apabila orang yang hamil dan menyusui khawatir dengan puasanya membahayakan dirinya dan anaknya demikian juga dia berbuka dan mengqodho tanpa ada perselisihan.[176].

Ketiga: Apabila wanita hamil dan menyusui khawatir dengan puasanya akan membahayakan kesehatan[177] janin atau anaknya sajatidak terhadap dirinya, maka dalam masalah ini terjadi silang pendapat diantara ulama hingga terpolar sampai enam pendapat. Yang lebih mendekati kebenaran dalam masalah ini adalah bahwa wanita hamil dan menyusui apabila dengan puasanya khawatir membahayakan kesehatan janin atau anaknya saja, maka dia boleh berbuka dan wajib mengqodho serta membayar fidyah. Wajib mengqodho menurut pendapat kebanyakan ulama, karena keduanya mampu untuk mengqodho, dan tidak ada dalam syariat ini menggugurkan qodho bagi orang yang mampu mengerjakannya. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Ibnu Umar bahwa wanita hamil dan menyusui-pada keadaan ketiga ini- wajib mengqodho pada waktu dia mampu.[178]

Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin.(QS.al-Baqoroh 184).

Berdasarkan zhohir ayat ini keduanya wajib membayar fidyah.[180] Yang menguatkan hal ini juga perkataan Ibnu Abbas tatkala mengatakan: “Adalah keringanan ayat ini bagi orang yang tua renta dan wanita tua renta yang berat berpuasa, bagi mereka untuk berbuka dan memberi makan seorang miskin demikian pula wanita hamil dan menyusui apabila keduanya khawatir-Abu Dawud berkata: “Yaitu khawatir terhadap kesehatan janin dan anaknya saja”- mereka berbuka dan memberi makan seorang miskin”.[181]

Ibnu Umar pernah ditanya tentang wanita hamil yang khawatir terhadap anaknya? beliau menjawab: “Hendaklah berbuka dan memberi makan seorang miskin setiap hari yang ditinggalkan”.[182]
Ibnu Qudamah mengatakan: “Tidak diketahui ada yang menyelisihi keduanya dari kalangan sahabat”.[183]

Inilah pendapat yang lebih berhati-hati. Dipilih oleh Hanabilah, dan yang masyhur dari kalangan as-Syafi’iyyah. Pendapat ini dikuatkan oleh Mujahid, diriwayatkan pula dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas dan Atho bin Abi Robah.[184] Disetujui pula oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz.[185] Wallohu A’lam

Faedah:

Dalam sebuah Muktamar kedokteran yang digelar di Kairo pada bulan Muharram 1406 H dengan tema “Sebagian perubahan kimiawi yang bisa ditimbulkan dari puasanya wanita hamil dan menyusui” demi menjawab pertanyaan yang kerap muncul apakah puasa berpengaruh terhadap wanita yang hamil dan menyusui. Setelah melalui penelitian para dokter ahli disimpulkan bahwa tidak ada bahaya bagi wanita hamil dan menyusui untuk berpuasa di bulan ramadhan.[186]

8. Bila waktu berbuka tiba

1. Segerakan berbuka

Berdasarkan hadits:
لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوْا اْلفِطْرَ

Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa.[187]

2. Doa berbuka puasa

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَتِ الْعُرُوْقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ

 Telang hilang rasa dahaga, telah basah kerongkongan dan mendapat pahala insya Alloh.[188]

3. Jangan berlebihan

Berdasarkan hadits:

 كَانَ رَسُوْلُ اللهِ يُفْطِرُ عَلىَ رُطُبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيْ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطُبَاتٍ فَعَلىَ تَمَرَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ

Adalah rasulullah berbuka puasa dengan kurma basah sebelum shalat. Apabila tidak ada kurma basah, beliau berbuka dengan kurma kering, apabila tidak ada kurma kering, beliau berbuka dengan air.[189]

4. Memberi makan orang yang berbuka puasa

Keutamaan memberi makan orang yang berbuka puasa tertuang dalam hadits berikut:

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرُ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

Barangsiapa yang memberi makan kepada orang yang berpuasa, maka baginya pahala semisal orang yang berpuasa, tanpa dikurangi dari pahala orang yang berpuasa sedikitpun.[190] 

9. Shalat tarawih

Rasulullah bersabda:

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa yang mengerjakan shalat malam di bulan ramadhan karena keimanan dan mengharap pahala Alloh, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu.[191]

Dan hendaklah mengerjakan shalat tarawih bersama imam, jangan pulang sebelum imam selesai, karena rasulullah bersabda:

مَنْ قَامَ مَعَ اْلإِمَامِ حَتىَّ يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ

Barangsiapa yang shalat bersama imam sampai selesai, ditulis baginya shalat sepanjang malam.[192]
   
10. Berpisah dengan Ramadhan

Apabila Ramadhan sudah berada di penghujung bulan, maka berharaplah selalu kepada Alloh agar amalan kita selama ramadhan diterima disisi-Nya, berharaplah agar kita menjadi insan yang bertakwa. Alloh berfirman:

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ ۖقَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّـهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ ﴿٢٧

Sesungguhnya Allah hanya menerima  dari orang-orang yang bertaqwa. (QS.al-Maidah: 27).

Pada hari raya iedul fithri Umar bin Abdul Aziz berkata dalam khutbahnya: “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kalian telah puasa karena Alloh selama tiga puluh hari, kalian shalat malam selama tiga puluh hari, dan pada hari ini kalian semua keluar untuk meminta kepada Alloh agar diterima amalan kalian. Ketahuilah, sebagian para salaf mereka menampakkan kesedihan pada hari raya iedul fithri, kemudian dikatakan padanya, bukankah hari ini, hari kegembiraan dan kebahagiaan? Dia menjawab: benar, akan tetapi aku adalah seorang hamba yang Alloh memerintahkanku untuk beramal, akan tetapi aku tidak tahu, apakah Alloh menerima amalanku ataukah tidak!?”.[193] 

Penulis: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi

………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
Footnote:
[151] HR.Ahmad 12/59, Nasai 4/129. Syaikh al-Albani berkata: “Hadits Shahih Lighairih”. Lihat Shahih at-Targhib 1/490, Tamamul Minnah hal.395 keduanya oleh al-Albani.
[152] Lathoiful Ma’arif , Ibnu Rajab hal.246
[153] HR.Abu Dawud 2454, Nasai 4/196, Tirmidzi 730, Ahmad 44/53. Dishahihkan oleh al-Albani dalam al-Irwaa no: .914
[154] Majmuah Rasail Kubra 1/254, Lihat Akhthoil Mushallin, Masyhur Hasan Salman hal.91
[155]Suhur dengan mendommah huruf  Siin yaitu nama untuk perbuatannya. Sedangkan Sahur dengan menfathah huruf Siin adalah sesuatu yang kita sahur dengannya. Hal ini semisal Wudhu yaitu perbuatannya, sedangkan Wadhu adalah airnya. Kaidah ini sangat berfaidah sekali untuk menjaga kesalahan dari kalimat-kalimat semisal ini. (asy-Syarah al-Mumti’ 6/433).
[156] HR.Bukhari:1923, Muslim: 1095
[157] Al-Ijma’ hal.49 oleh Ibnul Mundzir, Tahqiq Fuad Abdul Mun’im Ahmad
[158] HR.Ahmad 10/15, Ibnu Abi Syaibah 3/8. Lihat Shahihul Jami’ 2945
[159] HR.Bukhari 1921, Muslim 1097
[160] HR.Bukhari 1/30, Muslim 3308
[161] HR.Tirmidzi 2910, Syaikh al-Albani menshahihkannya dalam as-Shahihah: 660
[162] HR.Ibnu Majah 1690, Syaikh al-Albani berkata: “Hadits hasan shahih”. Lihat al-Misykah no.2014, Shahihul Jami’ no.3488
[163] HR.Bukhari 4/103, Muslim 1151
[164] HR.Bukhari: 1903
[165] as-Syarah al-Mumti’ 6/431
[166]  Syaikhul Islam pernah ditanya apakah dosa maksiat akan ditambah dosanya apabila dikerjakan pada hari yang penuh berkah ataukah tidak? Beliau menjawab: “Ya, maksiat pada hari-hari yang penuh keutamaan dan di tempat-tempat yang mulia balasannya ditambah sesuai dengan keutamaan waktu dan tempatnya”. (Majmu’ Fatawa 34/180).
[167] HR.Bukhari 1959
[168]  Yaitu kaki mereka digantung diatas dan kepala di bawah, seperti ketika tukang jagal menggantung sembelihannya.
[169] HR.Nasai dalam al-Kubra 2/246, Ibnu Hibban 16/536, Ibnu Khuzaimah 3/137, Hakim 1/430. Lihat Shahih at-Targhib 1/492
[170] al-Kabaair hal.157-Tahqiq Masyhur Hasan Salman
[171] Fathul Bari 4/161, Koreksi Hadits-Hadits Dha’if  Populer, Abu Ubaidah Yusuf as-Sidawi, hal.111
[172] HR.Muslim: 1114
[173] Fushulun fis Shiyam hal.11 oleh Ibnu Utsaimin.
[174] Fushulun fis Shiyam hal.9 oleh Ibnu Utsaimin.
[175] al-Mughni 4/394
[176] al-Majmu’ 6/177, Fathul Qodir Ibnul Humam 2/355
[177] Patokan bahaya yang membolehkan berbuka adalah apabila dugaan kuatnya membahayakan atau telah terbukti berdasarkan percobaan bahwa puasa membahayakan. Atau atas diagnosa dokter terpercaya bahwa puasa bisa membahayakan bagi anaknya seperti kurang akal atau sakit, bukan sekedar kekhawatiran yang tidak terbukti!!
[178] Lihat as-Sunan al-Kubra 4/230 oleh Baihaqi, Mushannaf Abdurrazaq 4/218.
[179] Al-Mughni 4/394
[180] al-Hawi 3/437 oleh al-Mawardi
[181] HR.Abu Dawud 6/431
[182] Mushannaf Abdurrazaq 4/217, Sunan al-Kubra 4/230 oleh Baihaqi.
[183] Al-Mughni  4/394.
[184] Al-Istidzkar 10/223 oleh Ibnu Abdil Barr.
[185] Majmu Fatawa Wa Maqolat Mutanawwiah Syaikh Ibnu Baz
[186] As-Siyam Muhdatsatuhu wa Hawaditsuhu hal.210 oleh Muhammad Aqlah, lihat Ahkam Mar’ah al-Hamil hal.54 oleh Yahya Abdurrahman al-Khathib.
[187] HR.Bukhari 1957, Muslim 1098
[188] HR.Abu Dawud 2357, Nasai dalam amal Yaum wal Lailah no.299, Ibnu Sunni 480, Hakim 1/422, Baihaqi 4/239. Dihasankan oleh Daroquthni dalam sunannya no.240. disetujui oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam at-Talkhis 2/802, al-Albani dalam al-Irwaa no.920
[189] HR.Abu Dawud 2356, Tirmidzi 696, Ahmad 3/163, Ibnu Khuzaimah 3/227, Hakim 1/432, Dihasankan oleh al-Albani dalam al-Irwaa no.922
[190] HR.Tirmidzi 807, Ahmad 28/261, Ibnu Majah 1746. Dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi 807
[191] HR.Bukhari  4/250, Muslim 759
[192] HR.Abu Dawud 4/248, Tirmidzi 3/520, Nasai 3/203, Ibnu Majah 1/420. Dishahihkan oleh al-Albani dalam al-Irwaa’ no.447
[193] Lathoiful Ma’arif hal.376