Sungguh termasuk diantara
keutamaan dan nikmat Alloh yang sangat besar kepada para hambanya adalah
mempersiapkan kepada mereka musim dan waktu yang penuh dengan
keutamaan, agar menjadi ladang menuai pahala bagi orang-orang yang taat
dan medan bagi orang yang ingin berlomba-lomba kebaikan. Bulan ramadhan
adalah bulan yang penuh barokah, penuh dengan keutamaan yang banyak,
Alloh berfirman:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي
أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ
وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَن
كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ
أُخَرَ ۗيُرِيدُ اللَّـهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّـهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ
وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ ﴿١٨٥﴾
Bulan Ramadhan, bulan yang
di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda
(antara yang hak dan yang bathil). (QS.al-Baqoroh: 185).
`Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda: “Telah
datang kepada kalian bulan ramadhan, bulan yang penuh berkah. Alloh
mewajibkan puasa atas kalian di dalamnya. Pada bulan itu dibuka
pintu-pintu surga, ditutup pintu-pintu neraka dan dibelenggu
setan-setan. Alloh menjadikan pada bulan itu sebuah malam yang lebih
baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang tercegah dari kebaikannya, maka
sungguh dia tercegah untuk mendapatkannya”.[151]
Sebagian salaf mengatakan:
“Sesungguhnya Alloh menjadikan bulan Ramadhan sebagai medanbagi para
makhluknya untuk berlomba-lomba di dalamnya dengan ketaatan. Adayang
mendahului dan merekalah para pemenang, dan ada yang tertinggal dan
merekalah yang merugi”.[152]
Akan tetapi yang sangat
disayangkan, kebanyakan manusia tidak mengenal musim-musim kebaikan,
mereka tidak memandang kehormatan bulannya. Maka jadilah bulan Ramadhan
kosong dari ketaatan, ibadah, membaca al-qur’an, shadaqah dan dzikir.
Mereka tidak mengenal bulan Ramadhan melainkan hanya untuk mengumpulkan
aneka ragam makanan dan minuman. Mereka tidak mengenal bulan Ramadhan
kecuali bulan untuk begadang di malam hari, tidur diwaktu siang, bahkan
sampai ada diantara mereka yang hanya tidur dan meninggalkan shalat
wajib!!. Wallohul Musta’an.
HUKUM DAN ADAB SEPUTAR PUASA
- Niat sebelum puasa
Berdasarkan hadits:
عَنْ حَفْصَةَ أُمِّ
الْمُؤْمِنِيْنَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: مَنْ لَمْ يُجْمِعْ
الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ
Dari Hafshoh ummul mukminin
bahwasanya rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang tidak meniatkan puasa
sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya”.[153]
Melafadzkan niat puasa?
Niat tempatnya di dalam hati, bukan melafadzkannya dengan lisan semisal ucapan yang sering kita dengar Nawaitu Shouma Ghodin Fardhon Lillahi Ta’ala.
Bahkan mengucapkan niat dalam ibadah, baik ketika berwudhu, shalat,
atau puasa adalah menyelisihi syariat atau kita katakan bid’ah.
Abu Abdillah Muhammad bin Qosim al-Maliki berkata: “Niat termasuk pekerjaan hati, maka mengeraskannya adalah bid’ah”.[154]
2. Sahur[155]
Berdasarkan hadits:
عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : تَسَحَّرُوْا فَإِنَّ فِيْ السُّحُوْرِ بَرَكَةً
Dari Anas bin Malik bahwasanya Rasulullah bersabda: “Sahurlah kalian, karena sesungguhnya di dalam sahur itu terdapat keberkahan“.[156]
Hadits ini berisi anjuran untuk
sahur sebelum puasa, karena didalamnya terdapat kebaikan yang banyak
dan membawa berkah. Perintah dalam hadits ini hanya menunjukkan sunnah
tidak sampai wajib[157], namun demikian hendaklah kita
berusaha untuk tidak meninggalkan sahur walaupun hanya dengan seteguk
air. Rasulullah mengatakan:
السَّحُوْرُ أَكْلُهُ
بَرَكَةٌ فَلاَ تَدَعُوْهُ وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جَرْعَةً مِنْ
مَاءٍ فَإِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ الْمُتَسَحِّرِيْنَ
Sahur makannya adalah
berkah. Maka janganlah kalian tinggalkan walaupun hanya dengan seteguk
air. Sesungguhnya Alloh dan malaikatNya bershalawat kepada orang-orang
yang sahur.[158]
Dan termasuk sunnah ketika
sahur adalah untuk mengakhirkannya. Zaid bin Tsabit berkata: “Kami sahur
bersama nabi, kemudian beliau berdiri untuk shalat shubuh. Anas
bertanya: “Berapa lama jarak antara selesai sahurnya dengan adzan? Zaid
menjawab: “Lamanya sekitar bacaan limapuluh ayat”.[159]
3. Membaca al-Qur’an
Saudaraku… hiasilah bulan yang
penuh berkah ini dengan membaca al-Qur’an. Ramadhan adalah bulan
diturunkannya al-Qur’an. Perbanyaklah membaca, mentadabburi dan memahami
isinya pada bulan ini. Rasulullah sebagai teladan kita beliau selalu
mengecek bacaan al-Qur’annya pada malaikat jibril pada bulan ini.[160] Cukuplah keutamaan membaca dan mempelajari al-Qur’an sebuah hadits yang berbunyi:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ
مَسْعُوْدٍ يَقُوْلُ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ: مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ
كِتَابِ اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا
لاَ أَقُوْلُ آلمَ حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيْمٌ
حَرْفٌ
Dari Abdullah bin Mas’ud
bahwasanya rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang membaca satu huruf
al-Qur’an, maka baginya satu kebaikan, setiap satu kebaikan dilipat
gandakan hingga sepuluh kebaikan. Aku tidak mengatakan Aliif Laam Miim
satu huruf, akan tetapi Aliif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu
huruf.[161]
4. Menjaga anggota badan
Puasa tidak hanya menahan makan
dan minum semata. Akan tetapi lebih dari itu, yaitu menahan anggota
badan dari bermaksiat kepada Alloh. Menahan mata dari melihat yang
haram, menjauhkan telinga dari mendengar yang haram, menahan lisan dari
mencaci dan menggibah, menjaga kaki untuk tidak melangkah ke tempat
maksiat. Rasulullah bersabda:
رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلاَّ الْجُوْعُ
Betapa banyak orang yang berpuasa tidak ada bagian dari puasanya kecuali hanya mendapat lapar belaka.[162]
5. Jagalah lisan!!
Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda:
الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْهَلْ وَإِنْ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ
“Puasa adalah perisai. Maka
janganlah berkata kotor dan berbuat bodoh. Apabila ada yang
memerangimu atau mencelamu, maka katakanlah aku sedang puasa”.[163]
Dalam hadits yang lain rasulullah bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ وَالْجَهْلَ فَلَيْسَ ِللهِ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Barangsiapa yang tidak
meninggalkan perkataan dusta dan amalannya serta kebodohan, maka Alloh
tidak butuh dia meninggalkan makan dan minumnya.[164]
Dari sinilah kita mengetahui
hikmah yang mendalam dari disyariatkannya puasa, andaikan kita terlatih
dengan tarbiah yang agung semacam ini, sungguh Ramadhan akan berlalu
sedangkan manusia berada dalam akhlak yang agung, berpegang dengan
akhlak dan adab, karena itu adalah tarbiyah yang nyata.[165]
-
Memperbanyak amalan shalih
Manfaatkan bulan ramadhan ini
dengan perbuatan baik. Penuhi dengan amalan shalih. Manfaatkan waktu
yang ada dengan dzikir, membaca al-Qur’an, mengkaji ilmu agama, banyak
bershadaqoh, dan lain-lain. Karena semakin banyak ibadah yang kita
kerjakan pada bulan mulia ini semakin besar pula ganjarannya. Demikian
pula sebaliknya apabila bulan mulia ini kita kotori dengan kemaksiatan,
maka akan semakin besar pula dosanya.[166]
-
Hukum-hukum seputar orang yang berpuasa
A. Pembatal puasa
Paraulama telah menyebutkan dalam berbagai kitab fiqih mereka beberapa pembatal puasa, yaitu:
- Jima’
- Mengeluarkan mani dengan sengaja
- Makan dan minum dengan sengaja
- Segala sesuatu yang semakna dengan makan dan minum
- Muntah secara sengaja
- Keluar darah haidh dan nifas
Pembatal-pembatal puasa ini tidak membatalkan puasa seseorang kecuali dengan tiga syarat:
Pertama: Orang yang berpuasa mengetahui hukum dari pembatal-pembatal puasa ini.
Kedua: Dalam keadaan ingat, tidak karena lupa
Ketiga: Sengaja dan atas kehendak dirinya sendiri.
- Apabila ada yang muntah
dengan sengaja karena mengira bahwa muntah dengan sengaja tidak
membatalkan, maka puasanya sah tidak batal. Dalilnya Alloh berfirman:
ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ
أَقْسَطُ عِندَ اللَّـهِ ۚفَإِن لَّمْ تَعْلَمُوا آبَاءَهُمْ
فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ ۚ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ
جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُم بِهِ وَلَـٰكِن مَّا تَعَمَّدَتْ
قُلُوبُكُمْ ۚوَكَانَ اللَّـهُ غَفُورًا رَّحِيمًا ﴿٥﴾
Dan tidak ada dosa atasmu
terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa
yang disengaja oleh hatimu.Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (QS. al-Ahzab:5)
- Apabila ada yang makan dan
minum setelah fajar, karena dia mengira fajar belum terbit atau makan
dan minum karena mengira matahari telah terbenam, kemudian setelah itu
jelas baginya bahwa fajar telah terbit dan matahari belum terbenam, maka
puasanya sah tidak batal. Karena dia jahil akan waktu. Asma’ Binti Abi
Bakar berkata: “Kami pernah berbuka puasa pada zaman nabi pada hari yang
mendung, kemudian setelah itu ternyata matahari masih terbit”.[167]
Nabi tidak memerintahkan untuk mengganti puasa mereka, maka orang yang jahil akan waktu puasa, puasanya sah tidak batal.
- Apabila ada yang makan dan minum karena lupa, maka puasanya tidak batal. Alloh berfirman:
وَاعْفُ عَنَّ
ا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا ۚ أَنتَ مَوْلَانَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ ﴿٢٨٦﴾
“Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah. (QS.al-Baqarah 286).
- Apabila seseorang tidur,
kemudian disiram air hingga masuk mulutnya, maka puasanya tidak batal,
karena masuknya air ke mulut bukan kehendak dirinya.
B. Berbuka puasa secara sengaja??
Berbuka puasa secara sengaja pada bulan Ramadhan tanpa alasan yang syar’I adalah perbuatan dosa besar. Rasulullah bersabda:
Ketika aku sedang tidur,
tiba-tiba datang kepadaku dua orang yang kemudian memegang bagian bawah
ketiakku dan membawaku ke sebuah gunung yang terjal. Keduanya berkata,
“Naiklah”. Aku menjawab: “Aku tidak mampu”, keduanya berkata, “Baiklah,
akan kami bantu engkau”. Akhirnya aku naik juga, tatkala aku sampai pada
pertengahan gunung, aku mendengar suara yang sangat mengerikan, aku bertanya: “Suara
apa ini?” keduanya berkata: “Itu teriakan penduduk neraka”. Kemudian
aku dibawa lagi, dan aku melihat sekelompok orang yang kaki-kaki mereka
digantung, tulang rahang mereka dipecah, darah mengalir dari tulang
rahang mereka.[168] Aku bertanya: “Siapakah mereka itu?” Keduanya menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang berbuka puasa sebelum waktunya”.[169]
Hadits ini adalah dalil yang
sangat jelas akan besarnya dosa orang yang berbuka puasa Ramadhan secara
sengaja tanpa udzur. Bahkan hadits ini menunjukkan berbuka puasa tanpa
udzur termasuk dosa besar.
Imam adz-Dzahabi berkata: “Dosa besar yang ke sepuluh adalah berbuka puasa pada bulan Ramadhan tanpa ada udzur dan alasan”.[170]
Perhatian:
Hadits yang berbunyi
مَنْ أَفْطَرَ مِنْ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ وَلاَ مَرَضٍ لَمْ يَقْضِهِ صَوْمُ الدَّهْرِ وَإِنْ صَامَهُ
Barangsiapa tidak berpuasa
di bulan Ramadhan tanpa ada udzur atau sakit, maka dia tak dapat ditebus
dengan puasa setahun sekalipun dia berpuasa.
Adalah hadits yang lemah menurut timbangan ahli hadits.[171]
C. Puasanya orang yang diberi udzur
Alloh berfirman:
وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ
عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗيُرِيدُ اللَّـهُ بِكُمُ
الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ
وَلِتُكَبِّرُوا اللَّـهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُونَ ﴿١٨٥﴾
Dan barangsiapa sakit atau
dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa),
sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (QS.al-Baqarah 185).
1.Musafir
Orang yang musafir (bepergian jauh) ada tiga keadaan:
Pertama: Jika
berpuasa sangat memberatkannya, maka haram baginya berpuasa. Tatkala
fathu makkah, para sahabat merasakan sangat berat dalam berpuasa.
Akhirnya rasulullah berbuka, akan tetapi ada sebagian sahabat yang tetap
memaksakan puasa. Maka rasulullahpun berkata: “Mereka itu orang yang
bermaksiat, mereka itu orang yang bermaksiat”.[172]
Kedua: Jika
berpuasa tidak terlalu memberatkannya, maka dibenci puasa dalam keadaan
seperti ini, karena dia berpaling dari keringanan Alloh, yaitu dengan
tetap berpuasa padahal dia merasa berat walaupun tidak sangat.
Ketiga: Puasa tidak memberatkannya. Maka hendaklah dia mengerjakan yang mudah, boleh puasa atau berbuka. Karena Alloh berfirman:
رِيدُ اللَّـهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.(QS.al-Baqarah 185).[173]
2.Orang yang sakit
Orang yang sakit terbagi menjadi dua golongan;
Pertama; Orang
yang sakitnya terus menerus, berkepanjangan, tidak bisa diharapkan
sembuh dengan segera seperti sakit kanker, maka dia tidak wajib puasa.
Karena keadaan sakit seperti ini tidak bisa diharapkan untuk bisa puasa.
Hendaklah ia memberi makan satu orang miskin sebanyak hari yang
ditinggalkan.
Kedua; Orang
yang sakitnya bisa diharapkan sembuh, seperti sakit panas dan
sebagainya. Maka orang yang sakit seperti ini tidak lepas dari tiga
keadaan;
- Puasa tidak memberatkannya dan tidak membahayakan. Wajib baginya untuk puasa, karena dia tidak punya udzur.
- Puasa memberatkannya akan tetapi tidak membahayakan dirinya, dalam keadaan seperti ini maka dibenci untuk puasa. Karena apabila puasa berarti dia berpaling dari keringanan Alloh, padahal dirinya merasa berat.
- Puasa membahayakan dirinya, maka haram baginya untuk puasa. Karena apabila puasa berarti dia mendatangkan bahaya bagi dirinya sendiri. Alloh berfirman;
وَلَا تَقْتُلُوا أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّـهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا ﴿٢٩﴾
Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisa: 29)
Untuk mengetahui bahaya atau
tidaknya puasa bagi yang sakit, bisa dengan perasaan dirinya kalau puasa
akan berbahaya, atau atas diagnosa dokter yang terpercaya. Maka kapan
saja seorang yang sakit tidak puasa dan termasuk golongan ini, hendaklah
dia mengganti puasa yang di tinggalkan apabila dia sudah sembuh dan
sehat. Apabila dia meninggal sebelum dia sembuh maka gugurlah utang
puasanya. Karena yang wajib baginya adalah untuk mengqadha puasa di hari
yang lain yang dia sudah mampu melakukannya, sedangkan dia tidak
mendapati waktu tersebut.[174]
3.Wanita hamil dan menyusui
Wanita hamil dan menyusui ada tiga keadaan:
Pertama: Apabila wanita hamil dan menyusui khawatir dengan puasanya dapat membahayakan dirinya saja, maka boleh baginya berbuka dan wajib mengqodho (mengganti) di hari yang
lain kapan saja sanggupnya menurut pendapat mayoritas ahli ilmu, karena
dia seperti orang yang sakit yang khawatir terhadap kesehatan dirinya.
Alloh berfirman:
فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ ۚ وَأَن تَصُومُوا خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ ﴿١٨٤﴾
Maka jika di antara kamu
ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah
baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari
yang lain. (QS.al-Baqarah 184).
Imam Ibnu Qudamah mengatakan,
“Walhasil, bahwa wanita yang hamil dan menyusui, apabila khawatir
terhadap dirinya, maka boleh berbuka dan wajib mengqodho saja. Kami tidak mengetahui ada perselisihan diantara ahli ilmu dalam masalah ini, karena keduanya seperti orang yang sakit yang takut akan kesehatan dirinya.[175]
Kedua: Apabila wanita hamil dan menyusui khawatir dengan puasanya dapat membahayakan dirinya dan anaknya, maka boleh baginya berbuka dan wajib mengqodho seperti keadaan pertama.
Imam an-Nawawi mengatakan:
“Parasahabat kami mengatakan: “Orang yang hamil dan menyusui apabila
keduanya khawatir dengan puasanya dapat membahayakan dirinya maka dia berbuka dan mengqodho, tidak ada fidyah karena dia seperti orang yang sakit, dan semua ini tidak ada perselisihan. Apabila orang yang hamil dan menyusui khawatir dengan puasanya membahayakan dirinya dan anaknya demikian juga dia berbuka dan mengqodho tanpa ada perselisihan.[176].
Ketiga: Apabila wanita hamil dan menyusui khawatir dengan puasanya akan membahayakan kesehatan[177] janin atau anaknya saja, tidak terhadap dirinya,
maka dalam masalah ini terjadi silang pendapat diantara ulama hingga
terpolar sampai enam pendapat. Yang lebih mendekati kebenaran dalam
masalah ini adalah bahwa wanita hamil dan menyusui apabila dengan
puasanya khawatir membahayakan kesehatan janin atau anaknya saja, maka dia boleh berbuka dan wajib mengqodho serta membayar fidyah.
Wajib mengqodho menurut pendapat kebanyakan ulama, karena keduanya
mampu untuk mengqodho, dan tidak ada dalam syariat ini menggugurkan
qodho bagi orang yang mampu mengerjakannya. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas
dan Ibnu Umar bahwa wanita hamil dan menyusui-pada keadaan ketiga ini-
wajib mengqodho pada waktu dia mampu.[178]
Dan wajib bagi orang-orang
yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah,
(yaitu) memberi makan seorang miskin.(QS.al-Baqoroh 184).
Berdasarkan zhohir ayat ini keduanya wajib membayar fidyah.[180] Yang
menguatkan hal ini juga perkataan Ibnu Abbas tatkala mengatakan:
“Adalah keringanan ayat ini bagi orang yang tua renta dan wanita tua
renta yang berat berpuasa, bagi mereka untuk berbuka dan memberi makan
seorang miskin demikian pula wanita hamil dan menyusui apabila keduanya
khawatir-Abu Dawud berkata: “Yaitu khawatir terhadap kesehatan janin dan
anaknya saja”- mereka berbuka dan memberi makan seorang miskin”.[181]
Ibnu Umar pernah ditanya
tentang wanita hamil yang khawatir terhadap anaknya? beliau menjawab:
“Hendaklah berbuka dan memberi makan seorang miskin setiap hari yang
ditinggalkan”.[182]
Ibnu Qudamah mengatakan: “Tidak diketahui ada yang menyelisihi keduanya dari kalangan sahabat”.[183]
Inilah pendapat yang lebih
berhati-hati. Dipilih oleh Hanabilah, dan yang masyhur dari kalangan
as-Syafi’iyyah. Pendapat ini dikuatkan oleh Mujahid, diriwayatkan pula
dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas dan Atho bin Abi Robah.[184] Disetujui pula oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz.[185] Wallohu A’lam
Faedah:
Dalam sebuah Muktamar
kedokteran yang digelar di Kairo pada bulan Muharram 1406 H dengan tema
“Sebagian perubahan kimiawi yang bisa ditimbulkan dari puasanya wanita
hamil dan menyusui” demi menjawab pertanyaan yang kerap muncul apakah
puasa berpengaruh terhadap wanita yang hamil dan menyusui. Setelah
melalui penelitian para dokter ahli disimpulkan bahwa tidak ada bahaya bagi wanita hamil dan menyusui untuk berpuasa di bulan ramadhan.[186]
8. Bila waktu berbuka tiba
1. Segerakan berbuka
Berdasarkan hadits:
لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوْا اْلفِطْرَ
Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa.[187]
2. Doa berbuka puasa
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَتِ الْعُرُوْقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ
Telang hilang rasa dahaga, telah basah kerongkongan dan mendapat pahala insya Alloh.[188]
3. Jangan berlebihan
Berdasarkan hadits:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ
يُفْطِرُ عَلىَ رُطُبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيْ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ
رُطُبَاتٍ فَعَلىَ تَمَرَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ
مَاءٍ
Adalah rasulullah berbuka
puasa dengan kurma basah sebelum shalat. Apabila tidak ada kurma basah,
beliau berbuka dengan kurma kering, apabila tidak ada kurma kering,
beliau berbuka dengan air.[189]
4. Memberi makan orang yang berbuka puasa
Keutamaan memberi makan orang yang berbuka puasa tertuang dalam hadits berikut:
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرُ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
Barangsiapa yang memberi
makan kepada orang yang berpuasa, maka baginya pahala semisal orang yang
berpuasa, tanpa dikurangi dari pahala orang yang berpuasa sedikitpun.[190]
9. Shalat tarawih
Rasulullah bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Barangsiapa yang
mengerjakan shalat malam di bulan ramadhan karena keimanan dan mengharap
pahala Alloh, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu.[191]
Dan hendaklah mengerjakan shalat tarawih bersama imam, jangan pulang sebelum imam selesai, karena rasulullah bersabda:
مَنْ قَامَ مَعَ اْلإِمَامِ حَتىَّ يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ
Barangsiapa yang shalat bersama imam sampai selesai, ditulis baginya shalat sepanjang malam.[192]
10. Berpisah dengan Ramadhan
Apabila Ramadhan sudah berada
di penghujung bulan, maka berharaplah selalu kepada Alloh agar amalan
kita selama ramadhan diterima disisi-Nya, berharaplah agar kita menjadi
insan yang bertakwa. Alloh berfirman:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ
ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ
أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ قَالَ
لَأَقْتُلَنَّكَ ۖقَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّـهُ مِنَ
الْمُتَّقِينَ ﴿٢٧﴾
Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertaqwa. (QS.al-Maidah: 27).
Pada hari raya iedul fithri
Umar bin Abdul Aziz berkata dalam khutbahnya: “Wahai sekalian manusia,
sesungguhnya kalian telah puasa karena Alloh selama tiga puluh hari,
kalian shalat malam selama tiga puluh hari, dan pada hari ini kalian
semua keluar untuk meminta kepada Alloh agar diterima amalan kalian.
Ketahuilah, sebagian para salaf mereka menampakkan kesedihan pada hari
raya iedul fithri, kemudian dikatakan padanya, bukankah hari ini, hari
kegembiraan dan kebahagiaan? Dia menjawab: benar, akan tetapi aku adalah
seorang hamba yang Alloh memerintahkanku untuk beramal, akan tetapi aku
tidak tahu, apakah Alloh menerima amalanku ataukah tidak!?”.[193]
Penulis: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi
Artikel: http://abiubaidah.com/
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
Footnote:
[151] HR.Ahmad 12/59, Nasai 4/129. Syaikh al-Albani berkata: “Hadits Shahih Lighairih”. Lihat Shahih at-Targhib 1/490, Tamamul Minnah hal.395 keduanya oleh al-Albani.
[152] Lathoiful Ma’arif , Ibnu Rajab hal.246
[153] HR.Abu Dawud 2454, Nasai 4/196, Tirmidzi 730, Ahmad 44/53. Dishahihkan oleh al-Albani dalam al-Irwaa no: .914
[154] Majmuah Rasail Kubra 1/254, Lihat Akhthoil Mushallin, Masyhur Hasan Salman hal.91
[155]Suhur dengan mendommah huruf Siin yaitu nama untuk perbuatannya. Sedangkan Sahur dengan menfathah huruf Siin adalah sesuatu yang kita sahur dengannya. Hal ini semisal Wudhu yaitu perbuatannya, sedangkan Wadhu adalah airnya. Kaidah ini sangat berfaidah sekali untuk menjaga kesalahan dari kalimat-kalimat semisal ini. (asy-Syarah al-Mumti’ 6/433).
[156] HR.Bukhari:1923, Muslim: 1095
[157] Al-Ijma’ hal.49 oleh Ibnul Mundzir, Tahqiq Fuad Abdul Mun’im Ahmad
[158] HR.Ahmad 10/15, Ibnu Abi Syaibah 3/8. Lihat Shahihul Jami’ 2945
[159] HR.Bukhari 1921, Muslim 1097
[160] HR.Bukhari 1/30, Muslim 3308
[161] HR.Tirmidzi 2910, Syaikh al-Albani menshahihkannya dalam as-Shahihah: 660
[162] HR.Ibnu Majah 1690, Syaikh al-Albani berkata: “Hadits hasan shahih”. Lihat al-Misykah no.2014, Shahihul Jami’ no.3488
[163] HR.Bukhari 4/103, Muslim 1151
[164] HR.Bukhari: 1903
[165] as-Syarah al-Mumti’ 6/431
[166] Syaikhul Islam pernah ditanya apakah
dosa maksiat akan ditambah dosanya apabila dikerjakan pada hari yang
penuh berkah ataukah tidak? Beliau menjawab: “Ya, maksiat pada hari-hari
yang penuh keutamaan dan di tempat-tempat yang mulia balasannya
ditambah sesuai dengan keutamaan waktu dan tempatnya”. (Majmu’ Fatawa 34/180).
[167] HR.Bukhari 1959
[168] Yaitu kaki mereka digantung diatas dan kepala di bawah, seperti ketika tukang jagal menggantung sembelihannya.
[169] HR.Nasai dalam al-Kubra 2/246, Ibnu Hibban 16/536, Ibnu Khuzaimah 3/137, Hakim 1/430. Lihat Shahih at-Targhib 1/492
[170] al-Kabaair hal.157-Tahqiq Masyhur Hasan Salman
[171] Fathul Bari 4/161, Koreksi Hadits-Hadits Dha’if Populer, Abu Ubaidah Yusuf as-Sidawi, hal.111
[172] HR.Muslim: 1114
[173] Fushulun fis Shiyam hal.11 oleh Ibnu Utsaimin.
[174] Fushulun fis Shiyam hal.9 oleh Ibnu Utsaimin.
[175] al-Mughni 4/394
[176] al-Majmu’ 6/177, Fathul Qodir Ibnul Humam 2/355
[177] Patokan bahaya yang membolehkan
berbuka adalah apabila dugaan kuatnya membahayakan atau telah terbukti
berdasarkan percobaan bahwa puasa membahayakan. Atau atas diagnosa
dokter terpercaya bahwa puasa bisa membahayakan bagi anaknya seperti
kurang akal atau sakit, bukan sekedar kekhawatiran yang tidak terbukti!!
[178] Lihat as-Sunan al-Kubra 4/230 oleh Baihaqi, Mushannaf Abdurrazaq 4/218.
[179] Al-Mughni 4/394
[180] al-Hawi 3/437 oleh al-Mawardi
[181] HR.Abu Dawud 6/431
[182] Mushannaf Abdurrazaq 4/217, Sunan al-Kubra 4/230 oleh Baihaqi.
[183] Al-Mughni 4/394.
[184] Al-Istidzkar 10/223 oleh Ibnu Abdil Barr.
[185] Majmu Fatawa Wa Maqolat Mutanawwiah Syaikh Ibnu Baz
[186] As-Siyam Muhdatsatuhu wa Hawaditsuhu hal.210 oleh Muhammad Aqlah, lihat Ahkam Mar’ah al-Hamil hal.54 oleh Yahya Abdurrahman al-Khathib.
[187] HR.Bukhari 1957, Muslim 1098
[188] HR.Abu Dawud 2357, Nasai dalam amal
Yaum wal Lailah no.299, Ibnu Sunni 480, Hakim 1/422, Baihaqi 4/239.
Dihasankan oleh Daroquthni dalam sunannya no.240. disetujui oleh
al-Hafizh Ibnu Hajar dalam at-Talkhis 2/802, al-Albani dalam al-Irwaa no.920
[189] HR.Abu Dawud 2356, Tirmidzi 696, Ahmad 3/163, Ibnu Khuzaimah 3/227, Hakim 1/432, Dihasankan oleh al-Albani dalam al-Irwaa no.922
[190] HR.Tirmidzi 807, Ahmad 28/261, Ibnu Majah 1746. Dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi 807
[191] HR.Bukhari 4/250, Muslim 759
[192] HR.Abu Dawud 4/248, Tirmidzi 3/520, Nasai 3/203, Ibnu Majah 1/420. Dishahihkan oleh al-Albani dalam al-Irwaa’ no.447
[193] Lathoiful Ma’arif hal.376
No comments:
Post a Comment