AKU DAN GADIS PERPUSTAKAAN
Pertama kali kulihat dirinya ada di perpustakaan, gedung tertua sekolah kami, termasuk gedung paling jarang dimasuki. Tempat yang angker juga paling ngebosenin di seluruh sekolah. Aku pun pada awalnya datang ke tempat itu Cuma buat tidur atau kalo nggak ya, menghindar dari cewek-cewek dengan lirikan mata paling jijay atau cowok-cowok yang ceweknya pada lari begitu ngelihat gue di sekolah.Siapa sih, yang nggak kenal Roni di SMU ini? Tampang, oke. Tinggi, oke, badan, oke, otak, ya... lumayanlah.
Pertama kali kulihat dirinya ada di perpustakaan, gedung tertua sekolah kami, termasuk gedung paling jarang dimasuki. Tempat yang angker juga paling ngebosenin di seluruh sekolah. Aku pun pada awalnya datang ke tempat itu Cuma buat tidur atau kalo nggak ya, menghindar dari cewek-cewek dengan lirikan mata paling jijay atau cowok-cowok yang ceweknya pada lari begitu ngelihat gue di sekolah.Siapa sih, yang nggak kenal Roni di SMU ini? Tampang, oke. Tinggi, oke, badan, oke, otak, ya... lumayanlah.
Kan ada olahraga sebagai
penyeimbang. Di dunia ini nggak semuanya sempurna. Pasti ada yang kurang
supaya kita nggak disangka anak dewa. Toh selebihnya gue yang paling
oke dan paling tenar di sekolah.Begitu gue lihat, semua cewek-cewek
menyingkir dengan tatapan terpesona, dan begitu juga para cowoknya,
dengan tampang memelas karena dicuekin sama cewek-cewek ini. Yah, ini
aja udah cukup kan, ngegambarin siapa gue?Tapi kali ini kita nggak akan
ngebahas soal surat-surat yang ada di laci meja gue, surat cinta maupun
surat tantangan, atau hadiah Valentine yang sampai menumpuk (gue nggak
suka coklat gitu, paling di kasih sama anak tetangga. Tuh, ada Dion umur
6 tahun yang paling doyan ama coklat. Moga-moga aja dia nggak tambun
kayak pemain sumo yang gue liat di TV), ataupun ajakan jalan dari
cewek-cewek yang udah kasmaran ama gue.
Topik yang ngebosenin, tapi
tetap aja dibicarain. Eh, nggak. Bukan itu semua kok.Ini tentang dia,
cewek manis yang nggak pernah terlihat sampai saat ini, sampai aku pergi
ke perpustakaan.Namanya Dinda Aprilia, kulihat namanya di daftar
peminjam di resepsionis. dia adalah peminjam tetap yang minimal meminjam
dua buku, dua kali dalam seminggu. Datang setiap hari Senin dan Kamis,
begitu datang selalu duduk di kursi nomor dua-dua, di samping jendela
yang menghadap ke lingkungan sekolah kami. Kan gedung ini ada di lokasi
paling belakang dan di tengah. Jadi kalau melihat ke luar jendela yang
ada di lantai dua itu, semua lingkungan sekolah sampai ke gerbang
kelihatan semua.Tingginya biasa-biasa saja. Kulitnya kuning langsat,
rambutnya sampai di atas dada, kelihatannya tipis dan lembut. Wajahnya
kalau membaca buku... tenang sekali.
Mungkin karena cahaya matahari
yang menembus kaca jendela itu membuat wajahnya bersinar?Entahlah, tapi
waktu menatapnya, rasanya sama sekali nggak bisa berhenti. Melihatnya
yang begitu tenang, lembut dan konsentrasi, rasanya nyaman sekali.
Terkadang saking konsentrasinya dia lupa pada keadaan sekitar. Kadang
sedih, deg-degan dan tertawa sendiri waktu membaca buku. Buku yang
pernah dibacanya sangat beragam. Dari buku komik, sampai buku-buku tebal
yang bahkan nggak aku tahu judulnya.Tapi ada saatnya, waktu dia nggak
membaca, dia merenung melihat keluar jendela sampai tertidur.
Manis sekali. Rasanya pengen banget jadiin dia pacar.
Tapi……………………………………………..
Waktu
tanpa sengaja berpapasan dengannya (lebih sering di sengaja). Dia nggak
terpesona sama sekali ma aku!!! Dia cuek banget dan nggak sadar kalau
aku lewat. Bahkan matanya nggak pernah fokus melihat apapun. Harusnya
dia bisa sadar kalau ada aku kan? Aku punya aura yang bisa membuat
cewek-cewek menoleh dalam jarak 24 meter. Tapi dia?! Dalam perbedaan
satu inci pun sama sekali nggak perduli!Haaah.... kenapa aku nggak
ketemu dia sebelumnya ya? Nah, lupa sudah kata 'gue' saking gregetnya
liat tu cewek. kayaknya gue harus bikin rencana jitu buat tu cewek
takluk (yah, paling nggak sadar kalau gue itu 'ada')."Hai." Tanyaku
mengambil kursi dan duduk di depannya. lamunannya langsung terpotong
begitu saja untuk melihat siapa yang datang. detik-detik terasa jadi
lebih lama sejak dia menengok ke arahku. dia ini lagi mikirin apa
sih?dia lalu mengangguk, lalu meneruskan lamunannya ke luar jendela.
kalau dipikir-pikir, nggak mungkin cuma melamun kalau melihat keluar
jendela bahkan setelah disapa orang. jadi sebenarnya dia sedang apa?
masa lagi merhatiin orang? pikirku ikut melihat ke luar jendela."Mencari
apa?" suara cewek terdengar. kagetnya.... baru kali ini kudengar
suaranya. pandangan matanya sama sekali nggak berubah. apa dia punya
radar?"Kamu sendiri? oh iya, kita belum kenalan. namamu siapa?
namaku...""Roni." potong cewek itu. matanya yang sendu masih tetap nggak
menatapku. "Playboy Legend at School. kau terkenal sekali. namaku Dinda
Aprilia."baru sekali itu dia mata kami bertemu. sinar mentari
membuatnya lebih berkilauan dari biasanya.
ini yang membuatku selalu penasaran.
sebenarnya... apa yang membuatku begitu tertarik sama dia ya? yang paling penting, sebenarnya dia itu lagi melihat siapa?
“Kamu sebenarnya lagi melihat apa sih?” Pagi ini terlalu suntuk buat hari yang cerah, dan di hari yang cerah ini sudah ada pasar pagi yang terlihat begitu kita membuka pintu. Di kelas XI yang jumah muridnya nggak lebih dan nggak kurang dari 40 orang ini, semua terlihat begitu sibuk dengan grupnya masing-masing. Ada beberapa option; grup gosip, grup olahraga, atau grup iseng. Ada satu grup kecil, yaitu grup rajin. Karena grup ini anggotanya sedikit, kita coret saja dari daftar. Yang jelas, grup-grup ini tercipta karena satu alasan yang sama: nggak ada kerjaan.“Pagi Roni....” Terdengar salam centil di sebuah pagi yang cerah di pasar pagi yang ada di kelasku.
ini yang membuatku selalu penasaran.
sebenarnya... apa yang membuatku begitu tertarik sama dia ya? yang paling penting, sebenarnya dia itu lagi melihat siapa?
“Kamu sebenarnya lagi melihat apa sih?” Pagi ini terlalu suntuk buat hari yang cerah, dan di hari yang cerah ini sudah ada pasar pagi yang terlihat begitu kita membuka pintu. Di kelas XI yang jumah muridnya nggak lebih dan nggak kurang dari 40 orang ini, semua terlihat begitu sibuk dengan grupnya masing-masing. Ada beberapa option; grup gosip, grup olahraga, atau grup iseng. Ada satu grup kecil, yaitu grup rajin. Karena grup ini anggotanya sedikit, kita coret saja dari daftar. Yang jelas, grup-grup ini tercipta karena satu alasan yang sama: nggak ada kerjaan.“Pagi Roni....” Terdengar salam centil di sebuah pagi yang cerah di pasar pagi yang ada di kelasku.
Berbeda dari cewek-cewek pada
umumnya, cewek-cewek yang ada di kelas ini merasa mendapat berkat yang
nggak boleh di sia-siain. Mereka merasa bahwa sekelas denganku berarti
boleh melakukan apa saja denganku. Mulai dari memberi salam, mengajak
jalan, bahkan membuat bekal. Dengan berbagai alasan mereka mengajakku
ngobrol. Ngebosenin.“Ron, aku punya tiket...”“Gue sibuk!!” potongku
cepat. Nggak boleh ada satu celahpun buat mereka. Tapi seperti pepatah,
‘gugur satu tumbuh seribu’, selalu saja ada yang nanya-nanya.“Iiihh...
kok Roni jadi dingin sih?” Gerutu cewek-cewek itu. Dingin? Gue?“Kau
memang kelihatan dingin akhir-akhir ini.” Tegas Chandra, siang ini.
Chandra, atau Chan si tenar dua di sekolah ini. Kebetulan, dia tetangga
yang juga satu kelas dengan gue. Kebetulan, dia Ketua OSIS en yang pasti
berotak encer. Kebetulan, dia jadi rival gue di tim basket. Yah,
sayangnya dia nggak punya penampilan oke kayak gue. Entah karena sibuk
atau gimana, dia kucel dan nggak pernah merhatiin penampilan. STOP!!
Lagi-lagi kebiasaan...“Kok bisa?” Gue nggak percaya ini. Sampai Chandra
juga.“Biasanya kamu yang tingkat PDnya tinggi nggak bakal nolak cewek
kayak gitu. Kau juga yang bilang, kalau cewek itu harus diperlakukan
baik, supaya mereka senang.
Selama ini kalau nolak cewek,
nggak pernah tuh kamu bilang ‘sibuk’ dengan nada ketus.”Iya ya. Sejak
kapan gue jadi begini? Sejak... sejak ketemu dengan cewek itu... “Kamu
belum jawab pertanyaanku...” Gue akhirnya nanya lagi. Sudah seminggu
lebih dengan jadwal yang sama, gue ngobrol sama dia.“Yang mana?” Tanya
dia balik. “Kan sudah ku bilang, namaku Dinda Aprilia, kelas X. Masa
nanya tempat tinggalku juga?”“Eh, nggak segitunya sih...” Jawabku cepat.
Dia jarang berekspresi macam-macam kalo ngomong. Tapi kalo lagi baca,
bisa jadi makhluk seribu wajah. “Kamu kan sering melihat keluar, bahkan
sampai bengong. Sebenarnya lagi nyari apa di luar.”Dia terdiam
menatapku. Tatapan yang bisa membuat orang salah tingkah karena seperti
ditatap dalam-dalam, heran dengan apa yang kutanyakan. “Aku mencari
cinta.”Cinta? Untuk apa mencari cinta?“Kalau Roni tidak mungkin mencari
cinta. Cinta akan datang dengan sendirinya. Pasti Roni berpikir seperti
itu kan?” Kenapa dia bisa baca pikiranku?! Terseyum, dia merapikan buku
yang dibacanya. “Pernah Roni jatuh cinta?”Gue ditanya pernah jatuh cinta
sama anak kelas 1?! Apa-apaan ini?!“Kayaknya nggak pernah.
Karena terlalu banyak yang
mengejar, nggak sekalipun berpikir ada cinta disana. Iyakan? Beda
denganku, aku Cuma punya satu cinta dalam hidupku.”“O... First Love? Di
sekolah ini?” Tanya gue penasaran. “Siapa?”Lagi-lagi dia diam. Kayaknya
ragu-ragu gitu. Dia menatap gue dan tersenyum kecil. “Ada. Tenang aja,
bukan Roni kok!!”Kok... rasanya aneh ya. Gue kan Cuma penasaran sama
cewek ini? Kenapa begitu dia bilang...“Kok ngomong gitu? Memangnya aku
kenapa?” Tanyaku dengan tawa basa-basi.“Roni ke sini buat kabur kan?
Dari cewek-cewek yang di sana itu.” Katanya melirik ke luar. “Lagipula,
kalau melihat Roni yang menghadapi mereka, pasti Roni punya PD yang
tinggi. Aku nggak mau ada yang salah paham melihat kita dekat begini,
dan kesempatanku kandas.”Bukan buat gue... dia dari awal memang nggak
suka gue...Dia dari awal sudah punya orang lain. Dan nggak bakal bisa
berpaling ke orang lain... TUNGGU DULU!!! KENAPA JUGA GUE JADI KEPIKIRAN
KAYAK GINI!!!Gue ini orang paling oke di sekolah. Nggak sedikit yang
nge-fans sama gue. Nggak sedikit yang gue terima, tolak n gue abaikan
gitu aja. Kenapa sama satu cewek ini... satu cewek ini...“Lo betul-betul
suka sama cowok itu?” Tanya gue sekali lagi. Dia mengangguk. “Bilang,
siapa namanya. Gue bakal bantu.”Dinda tercengang sesaat. Dia menggeleng.
“Nggak usah, ini masalahku sendiri. Aku nggak diam saja kok! Aku masih
terus, dan akan terus berusaha.”“Aku deket sama dia dari SMP. Ternyata,
begitu lulus SMP, dia pindah ke SMA ini.
Padahal sekolah kami sampai SMA.
Mungkin karena pekerjaan orang tua. Tapi kaget juga, begitu ketemu di
sekolah ini, dia berubah...”Berubah... berubah seperti apa?“Ada apa
lagi?” Tanya Chandra mengagetkan gue dari belakang.“Nggak, nggak ada
apa-apa... Cuma...”“Cuma?”“Ada cewek ...”“Selamat!!”“Loh,
kenapa?”“Karena ada cewek...” Jawab Chan simple.“Sialan lo..” gue nggak
tahan nggak senyum. “Gue serius nih!! Nggak usah bahas cewek deh! Ndra,
kalo kita suka sama orang, trus waktu orang itu pergi kita ikut, wajar
nggak!!”“Dasar idola. Sampai ada yang pindah ke sini buat ngejar.” Kata
Chandra. “Jadi dia yang bikin kamu berubah? Jadi kamu suka sama cewek
itu ya?”“Nggaklah, mana mungkin.” Jawabku cepat. “Gue Cuma penasaran
sama cewek itu. Gue liat dia di perpus, terus gue ngobrol sama dia.
Terus...”“O... gitu ceritanya...” Potong Chandra. “Kamu nggak suka sama
dia. Tapi kamu CINTA sama dia...”“Sudah gue bilang!!! Bukan!!!” Huh!!!
Gue bisa gila kalau ngomong sama Chandra yang kumat jahilnya! “Gue Cuma
ngobrol sebentar sama dia kok!! Dia yang selalu duduk dekat jendela
besar di lantai dua itu, anak kelas 1 yang...”“Dinda... Aprilia?” Gumam
Chandra pelan. Bahkan seperti berbisik.“Lo kenal, sama Dinda Aprilia?”
Tanyaku agak kaget. Chandra langsung menggeleng. Dia menghindar.
Chandra, jangan-jangan lo...
No comments:
Post a Comment