BAB II
PEMBAHASAN
A.
Yang harus
dilakukan seorang pendidik saat kelahiran.
Di antara
keutamaan syariat islam terutama bagi umat islamnyaa sendiri ialah bahwa
syariat islam telahmenjelaskan tentang seluk beluk hukum dan dasar-dasar hukum
yang berkaitan dengan anak. Dengan demikian sebagai seorang pendidikakan dapat
menlaksanakan kewajibannya kepada anak. Sungguh merupakan keniscayaan bagi
setiap orang yang bertanggung jawab terhadap masalah pendidikan untuk
melaksanakan kewajibannya secara
sempurna sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah diletakkan oleh islam
dan yang di gambarkan oleh pendidik pertama Nabi SAW.
Berikut hal-hal yang dapat dilakukan seorang
pendidik untuk seorang anak pada masa kelahiran :
1.
Memberi ucapan selamat dan rasa turut gembira ketika
seseorang melahirkan.
Mengenai hal ini Imam Ibn Qayyim
Al-Jauziyah meriwayatkan didalam bukunya, Tahfatul Maudud, dari Abu Bakar Al
Mundziri
“ Telah diriwayatkan kepada kami dari Hasan
Al-Bashri,bahwa seorang laki-laki telah datang kepadanya,dan di sampingnya ada
laki-laki yang baru sajadianugerahi seorang anak kecil”. Laki-laki itu berkata
kepada orang yang mempunyai anak itu, “ Selamat bagimu atas kelahiran seorang
penungngang kuda”, Al-Hasan Berkata
kepada laki-laki, “Apa pedulimu, apakah dia seorang penunggang kuda ataukah seoang
penunggang keledai”, Laki-laki itu bertanya, “Jadi bagaimana kita harus mengucapkan, Al-Hasan Menjelaskan
“Katakanlah, semoga engkau diberkahi dalam apa yang telah di berikan kepadamu.
Semoga engkau bersyukur kepada yang memberi. Semoga engkau di beri rezeki
dengan kebaikannya dan semoga ia mencapai masa kebaligannya”.
2.
Mengumandangkan adzan ke bayi dari telinga kanan dan
iqamat pada telinga kiri.
Dalam sebuah hadis di sebutkan. Di
riwayatkan dari Baihaqi dan Ibn Sunni meriwayatkan dari Al-Hasan bin Ali dari
Nabi SAW:
“ Siapa yang baru mendapatkan bayi,
kemudian ia mengumandangkan azan pada telinga kanannya dan iqamat pada telinga
kirinya maka anak yang baru lahir itu tidak akan terkena bahaya Ummush
Shibyan.”
3.
Mentahnik anak.
Mentahnik adalah suatu cara untuk melumatkan makana nlalu meletakkannnya
pada mulut bayi sambil menggosok-gosokkannya kelangit-langit mulut. Perbuatan
ini pun pernah dicontohkan Nabi SAW, diceritakan dari Asma’ binti Abu Bakar
r.a. yang menyatakan: “ Aku mengandung bayi Abdullah bin Zubair di Makkah.
Kemudian berhijrah ke Madinah dan menetap di Quba. Di Quba itulah aku
melahirkannya, maka aku menghadap Nabi SAW dan beliau menempatkan bayi itu di
pangkuan beliau. Lalu beliau mengambil kurma dan dikunyah. Kemudian
diusapkan ke mulut bayi. Maka sesuatu yang pertama kali masuk di dalam
mulut bayiku adalah air ludah kunyahan kurma Rasulullah SAW dan dengan suapan
daging kurma basah. Kemudian Nabi mendoakan dan memberkatinya.” (HR.
Bukhari-Muslim).
4.
Mencukur rambut kepala anak.
Di dalam al-Muwatha’, Imam Malik meriwayatkan
dari Ja’far bin Muhammad,dari Bapaknya, bahwa ia berkata: “Fatimah r.a telah
menimbang rambut kepala Hasan, Husein, Zainab, danUmmu Kultsum. Seberat
timbangan rambut itulah ia menyedekahkan perak”.
B. Pemberian Nama Anak Dan Hukumnya.
Pandangan Islam, nama
memiliki arti tersendiri yang sangat penting, baik itu di hadapan sesama
manusia maupundi hadapan Allah Sang Kholiq. Nama tidak hanya sebagai panggilan
di dunia saja, melainkan hingga di akhirat. Nama merupakan identitas diri yang paling hakiki,
mengandung unsur doa dan harapan serta dapat membentuk kepribadian tertentu
bagi siempunya nama. Sehingga dalam tradisi Indonesia, pemberian nama
membutuhkan upacara atau sedikit proses agar nama tersebut dapat menjadi doa,
harapan, dan kepibadian anak dapat terwujud sesuai dengan namanya tersebut. Di
dalam Islam pun hal ini telah diatur dengan sangat apik, berikut penjelasannya:
1.
Waktu memberikan nama.
Sebenarnya untuk memberi nama kepada
anak tidak ada aturanwaktunya, semua adalah hak dan kewajiban orang tuanya
kapan ia maumemberikan sebuah nama. Namun, Nabi SAW memberikan anjuran
kepadakita untuk memberi nama kepada anak ketika ia lahir, seperti hadis Nabi
yangdiriwayatkan oleh Bukhari-Muslim bahwa Sahal bin Sa’ad As-Sa’idi berkata,“
Al-Mundzir Ibn Abi Usaid dibawa ke RasulullahSAW ketika barudilahirkan
,kemudian ia diletakkan di atas paha beliau, sedangkan Abi Usaidduduk. “ Lalu
Rasulullah bersenda gurau dengan sesuatu yang ada pada keduatanganya. Kemudian
Abi Usaid menyuruh agar anaknya itu diambil dari pahaRasulullah, lalu beliau SAW
bertanya,” Di mana anak itu?” Abi Usaidmenjawab,” Sudah kupulangkan ,wahai
Rasulullah.” Rasulullah bertanyalagi,”Siapa namanya?” Abi Usaid .” Si Fulan”
maka Rasulullah bersabda,”Jangan,tetapi namakanlah ia dengan
Al-Mundzir.” Namun, ada hadis lain yang menganjurkan agar kita memberi
nama pada pada saat aqiqah atau hari ketujuh, Ashabus Sunan telah
meriwayatkandari Samurah yang berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:” Setiap
anak itudigadaikan dengan aqiqahnya. Disembelihkan (binatang) baginya pada
hariketujuh (dari kelahiran)nya, diberi nama dan dicukur rambut kepalanya
padahari itu juga”.
2.
Nama-nama yang disukai dan dibenci
Menurut ajaran Islam, seseorang
pendidik memiliki kewajiban atas nama anak karena ia yang tahu apa saja nama yang baik dan yang sebaliknya. Sebenarnya ada
5 kategori dalam memilih nama dan inilah
kategori tersebut:
a. Nama yang
terbaik.
Kata “terbaik” di sini diartikan
nama yang paling disukai olehAllah SWT. Dan ketika kita mendengar sesuatu hal yang paling disukai Allah pastilah akan kita usahakan untuk melakukan atau mendapatkannya
agar pahala yang kita peroleh. Ada hadis yang menguatkannya, yang diriwayatkan
oleh Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan
Ibn Majah:“ Nama yang paling disukai oleh Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman.”
Nah, berdasarkan hadis tersebut Nabi
menganjurkan untuk kita memberikan nama
yang terbaik sebagaimana contohnya, yaitu
Abdullah dan Abdurrahman. Namun, tidak harus semua itu bernama
seperti di atas, karena sesungguhnya yang terpenting dalam penamaan yang paling
disukai
Allah adalah yang mengandung arti penghambaannya pada-Nya.
Sesuai hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh At-Thabrani: ” Nama-nama
yang paling disukai Allah adalah nama yang menunjukkan penghambaan
dirinya pada Tuhannya..”
b. Nama
yang baik.
Kalau nama
yang terbaik itu yang disukai Allah, maka
nama yang baik ini sangat disukai oleh Rasulullah SAW. Petunjuk ini adalah sesuai dengan hadis Nabi yang diriwayatkan
oleh Bukhari dan Muslim, ”Namailah (diri dan anak kalian) dengan namaku..”dan “
Barangsiapa yang mempunyai 3 anak
laki-laki tidak ada satu pun yang dinamai Muhammad, maka sungguh ia telah bertindak
bodoh.”.
Dari hadis
di atas kita sebagai calon pendidik dianjurkan untuk memberi nama yang ada
unsur nama Nabi SAW atau Nabi sebelumnya. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa nama yang baik adalah nama Nabi dan Rasul baik Muhammad, keluarganya
atau Nabi sebelumnya.
c. Nama yang
tidak baik (sebaiknya diganti).
Nama yang dimaksudkan di sini adalah nama yang diambil tanpa dasar sayri’at dan
hanya berdasarkan trend atau budaya yang tanpa digali dulu artinya seperti apa.
Seyogyanya nama yang tidak baik ini diganti dengan nama yang ada
unsur penghambaan kepada Allah atau nama
Nabi dan Rasul agar lebih baik dan baik.
d. Nama yang
buruk (harus diganti).
Kategori nama yang buruk adalah nama-nama yang katanya, maknanya atau
konotasinya buruk, tidak sesuai dengan visi dan misi Islam. Sehubungan dengan itu, maka nama yang makna dan konotasinya melebih-lebihkan dari
sifat kemanusiaanya, jelas tidak sesuai dengan visi dan misi Islam. Pada
zaman Rasulullah SAW ada seseorang
perempuan bernama ‘Aishiah (bukan Aisyah atau ‘Aisah), yang berarti
perempuan penggemar maksiat. Maka oleh beliau segera diganti dengan
namaJamilah yang berarti perempuan yang cantik. (Bukhari-Muslim).
e. Nama yang
diharamkan (wajib diganti).
Dalam Islam, nama bukanlah hanya sekedar nama saja. Karena selain ada nama yang disukai
Allah juga ada nama yang sebaliknyavyaitu dibenci oleh Allah, dan hukumnya
adalah haram untuk diberikan pada anak. Sesungguhnya nama yang termasuk
dalam kategori ini adalah nama malaikat
dan gelar Nabi. “ Namailah (diri dan anak kalian) dengan nama-nama para Nabi.tetapi
janganlah kalian namai mereka dengan nama-namamalaikat”. ( HR. Bukhari) dan “Namailah
(diri dan anak kaliandengan namaku,tetapi janganlah dengan gelarku...” ( HR.Muttafaqun
Alaih)
3.
Termasuk sunnah menggabungkan nama ayah dengan anak.
Salah satu hal yang terpenting
dalam pemberian nama adalah ikatanantara anak dengan orang tuanya,untuk
membuktikannya kadangkala kita menambahkan di belakang nama anak nama
bapaknya. Penggabungan initernyata memiliki efek yang baik, yakni:
a.
Akan timbul rasa hormat akan ayahnya.
b.
Menumbuhkan kepribadian sosial.
c.
Memberikan rasa percaya diri dan gembira ,karena nama
tersebutsangat ia sukai.
d.
Membiasakan etika berbicara terhadap orang yang dewasa maupu nyang sebaya dengannya.
Di dalam kita menggabungkan nama
tersebut ada beberapa ketentuanyang harus ditempuh , sebagaimana berikut ini:
a.
Dalam keadaan tidak adanya kesepakatan pemberian nama
kepadaanak,maka semua itu akan menjadi hak bapaknya, sesuai firmanAllah : ” Panggillah (anak-anak itu) dengan memakai
namabapaknya mereka itulebih adil di mata Allah ”. (QS. Al-Ahzab: 5)
b.
Tidak diperbolehka dalam memanggil atau menambahi nama
anak dengan julukan atau sebutan-sebutan yang dapat merendahkan dirianak
bahkan seakan-akan menghinanya,seperti si tuli,si dungi,si penek dan
lainnya. “ Dan janganlah kalian panggil dengan gelar- gelat yang buruk”. (QS.
Al-Hujurat:11)
c.
Dalam menyematkan julukan atau nama Nabi, juga
perludiperhatikan. Memang bila kita mengambil nama Nabi itu baik tapitidak
boleh dicampur dengan julukannya seperti contoh ‘AbuQasim’. Tapi hal itu bisa
saja berubah seiring zaman, karena Nabitelah wafat sehingga untuk mengenangnya
kita bisamempergunakan namanya untuk menghormatinya selain denganselalu berbuat
terpuji yang lainnya.
C.
Aqiqah Dan
Hukumnya.
1.
Makna Aqiqah.
Secara etimologis , aqiqah adalah
memutus. Sedangkan menurut istilah adalah, aqiqah berarti menyembelih kambing
untuk anak pada hari yang ketujuh dari kelahirannya.
2.
Dalil Disyariatkannya.
a. Di dalam
Sahih Bukhari, meriwayatkan dari Salman bin Amar Adh-Dhabbi, Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya aqiqah itu harus disertakan dengan anak. Maka tumpahkanlah
baginya (dengan menyembelih domba) dan jauhkanlah penyakit darinya.”
b. Tirmidzi, Nasa’i,
dan Ibn Majah meriwayatkan dari Al-Hasan dari Samurah bahwaRasulullah SAW
bersabda tentang Aqiqah: ” Setiap anak itu digadaikan dengan Aqiqahnya. Disembelihkannya
pada hari ketujuh,dicukur rambut kepalanya danlalu diberikan nama.”
c. Imam Ahamad
dan Tirmidzi meriwayatkan dari Aiayah r.a Ia mengatakan bahwaRasulullah
bersabda: ” Bagi anak laki-laki disembelihkan 2 ekor kambing
yang sepadan dan bagi anak perempuan disembelihkan 1 ekor kambing ”.
3.
Pendapat Fuqaha Tentang Aqiqah.
a. Disunnahkan
dan tidak wajib.
Pendapat ini
diikuti sejumlah fuqaha seperti, Imam Maliki, Imam Syafi’i
dansahabat-sahabatnya, Imam Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, dan sebagian besar ulama, fuqaha,
ilmuwan dan mujtahid. Dasar dari pernyataan ini adalah sebagai berikut:
ü Jika aqiqah
itu wajib,maka selayaknya Nabi memberikan hujjah yang jelas pada tiap-tiap
hadis yang menjelasakan sehubungan dengan hal tersebut,seperti ibadah makdhah
ü Rasulullah
telah menyamakan persoalan aqiqah dengan rasa suka terhadap orang yang
melakukannya. Nabi bersabda: ”Siapa yang dikaruniani anak, lalu ia menyukai
untuk melakukan ibadah kepada Allah atas
dirinya(mengakihkannya), maka hendaklah ia melakukannya”.
ü Tindakan
Rasulullah SAW dalam persoalan ini tidak ada yang menjurus pada suatu
kewajiban baik secara personal maupun general.
b. Wajib.
Mereka yang
mengikuti pendapat ini adalah Imam Hasan Al-Bashri. Al-LaitsIbn Sa’ad dan yang
lainnya. Mereka mendasarkan pemikiran mereka pada salahsatu hadis yakni,Nabi
bersabda: ”Sesungguhnya manusia pada hari kiamat akandiminta
pertanggungjawabannya atas aqiqah mereka sebagaimana merekadimintai
pertanggungjawabanya atas salat lima waktu. ”Dari secuplik hadis iniyang
diriwayatkan oleh Muraidah dan Ishaq bin Ruhawiah, bahwa anak yang belum
diaqiqahi tidak akan memberi syafaat pada orang tuanya pada hari kiamat kelak.
c. Haram.
Seluruh pengikut Hanafiyah menolak adanya
aqiqah. Argumentasi yang mereka berikan adalah hadis yang
telah diriwayatkan oleh Baihaqi dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dan dari
kakeknya bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang aqiqah, beliau menjawab: ” Aku
tidak menyukai aqiqah-aqiqah tersebut”.
Namun, para ulama dan mujtahid telah memberikan sebuah
kesimpulan yang mendasar bahwa aqiqah itu hukumnya sunnah dan dianjurkan bukan wajib apalagi haram, karena memang Nabi SAW
tidak pernah mewajibkan ataupun
melarangnya. Oleh karena itu, sebagai orang tua yang bijak hendaklah ia
melakukannya, jika memang memungkinkan
demi menghidupkan sunah Nabi. Sehingga
ia memperoleh keutamaan dan pahala dari Allah SWT. Dan tidak hanya itu keuntungan
lainnya adalah menambahkan rasa kasih sayang kepada anak, keharmonisan
keluarga, rasa toleransi Dan mempererat tali persaudaraan kepada kerabat, teman,
sahabat, tetangga atau orang yang membutuhkan (fakir miskin), sehingga
anak sejak dini telah diajari atau di didik tentang kepedulian sosial.
4.
Waktu Pelaksanaan Aqiqah.
Sesungguhnya waktu yang tepat adalah 7 hari sejak kelahirannya sesuai
hadis Nabi yang di riwayatkan oleh Samurah: ” Anak itu digadaikan dengan aqiqahnya.
Disembelihkannya binatang pada hari ketujuh dari kelahirannya dan diberi nama”.
Dari hadis itu kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Nabi SAW telah menganjurkan
kepada seluruh orang tua untuk mengaqiqahi
anaknya, tapi hal ini bukan suatu kewajiban atau keharusan. Karena aqiqah juga butuh biaya
atau kesempatan juga. Oleh karena itu, suatu
ketika Al- Maimun berkata,” Aku bertanya kepada Abdullah,’Bilamanakah anak itu
diaqiqahi?’ Abdullah menjawab,’Aisyah telah mengatakan bahwa aqiqah itu dapat dilaksanakan
pada hari ketujuh, keempat belas ataupun hari kedua puluh satu dari hari
kelahirannya”.
5.
Apakah Aqiqah Anak Laki-laki Dan Anak Perempuan Sama.
Aqiqah antara anak laki-laki dan
anak perempuan adalah di anjurkan dengan ketentuan bahwa laki-laki itu dengan 2
ekor kambing dan perempuan 1 ekor kambing. Sesuai hadis Nabi yang diriwayatkan
Imam Ahamad dan Tirmidzi meriwayatkan dari Aiayah r.a Ia mengatakan bahwa
Rasulullah bersabda: ” Bagi anak laki-laki disembelihkan 2 ekor kambing yang sepadan dan bagi anak perempuan disembelihkan
1 ekor kambing”.
Jadi pada dasarnya perbedaannya
terletak pada jumlah kambing yang dikurbankan sedangan hukumnya sama-sama
dianjurkan atau disunnahkan. Sedangkan apakah boleh berkurban dengan selain
kambing, misalkan unta, menurut jumhur ulama itu boleh saja melihat dari
kemampuan orang tuayang mungkin berkecukupan, maka unta akan lebih utama
daripada kambing. Namun tetap, yang menjadi inti sebuah aqiqah adalah pelunasan
akan gadai pada diri anak.
6.
Makruhnya Menghancurkan Tulang Aqiqah
Memang hal ini jarang kita dengar, bahwa ada ke-makruh-an
untuk menghancurkan tulang hewan
sembelihan. Perihal ini berdasarkan pada hadis yang diriwayatkan Abu Dawud dari Ja’far bin Muhammad dari
bapaknya bahwa Nabi SAW pernah bersabda mengenai masalah aqiqah yang
dilakukan Fatimah untuk Al-Hasandan Al-Husein: ”Berikanlah (sepotong) kaki dari
aqiqah kepada suku anu. Makanlahdan berilah makan, dan janganlah menghancurkan
tulang darinya (aqiqah)”.
Adapun hikmah yang dapat kita ambil dalam perihal ini:
ü Memberikan
penghormatan kepada orang yang diberi yakni kaum fakir miskin atau
tetangganya. Karena dengan pemberian yang sempuna tanpa adanya kekurangan
mengandung nilai kepuasan tersendiri dari sang penerima maupun yang memberikan.
ü Harapan
kepada anak untuk menjadi anak yang sholeh atau sholehah, memiliki kepedulian
sosial, mendapatkan keselamatan, kesehatan dan kekuatan fisik-mental. Karena aqiqah
mengandung nilai pengorbanan yang luar biasa yang telah dilakukan
anak semenjak ia masih bayi. Dan Allah lebih tahu tentang hal ini.
7.
Hukum Umum Yang Berkenaan Dengan Aqiqah
Ada beberapa hukum yang akan saya
jelaskan di sini, perinciannya adalah sebagai berikut:
a. Ulama
sepakat bahwa semua hal yang berkenaan dengan aqiqah adalah hal yang
diperbolehkan dalam kurban, yaitu:
ü Hewan yang
akan disembelih telah berumur 1 tahun lebih atau telahmemasuki umur 2 tahun.
ü Tidak ada
kecacatan atau kerusakan pada fisik maupun mental hewan.
ü Khusus sapi
atau kerbau harus berumur 2 tahun dan memasui tahun ketiga.Sedangkan unta umur
5 tahun dan memasuki tahun keenam.
b. Tidak boleh
kooperatif
c. Sebagai
ganti kambing boleh sapi atau unta dan jangan hewan yang kurang dari itu
(kambing,domba atau sejenisnya).
d. Apa yang sah
di aqiqah, maka sah juga di kurban dapat dilihat dari cara penyembelihannya,
memberikannya, membaginya dan pemberian pada suku tertentu sebagai penghormatan
pada mereka.
e. Dianjurkan
dalam proses penyembelihan disebutkan nama anak.
8.
Hikmah Disyariatkannya Aqiqah.
Hikmah yang dapat diambil dalam
proses aqiqah ini adalah sebagai berikut:
a. Suatu
pengorbanan yang akan mendekatkan jiwa anak pada Tuhannya.
b. Sebagai
suatu penebusan anak dari segala marabahaya dan bencana yang akandialami oleh
anak kelak.
c. Merupakan
pelunasan gadai anak yang berfungsi peberian syafaat anak kepada orang tuanya.
d. Suatu media
kegembiraan yang positif dan dianjurkan oleh Islam.
e. Dapat
memperkuat tali persaudaraan antar sesama manusia beragam, baik tetangga,
kerabat, sahabat, dan kaum lemah.
f. Dapat
meminimalisir kesenjangan sosial yang Allah janjikan sebagai
suatu penerapan keadilan sosial dan menghapus gejala kemiskinan di masyarakat.
D.
Khitan Dan
Hukumnya.
1.
Pengertian Khitan.
Menurut bahasa, khitan berarti
memotong kuluf (kulit) yang meutupi kepala penis. Sedangkan
menurut istilah syara’, khitan adalah meotong bulatan kulit di ujung hafasah, yaitu
temat pemotongan penis.
2.
Hadis Tentang Khitan.
ü Imam Ahmad
di dalam Musnad-nya dari Ammar bin Yasir bahwa Rasulullah SAW bersabda: “ Di antara fitrah adalah :
berkumur, menghirup air dengan hidung, mencukur kumis, membersihkan gigi,
memotong kuku, mencabut buluketiak, mencukur bulu-bulu yang tumbuh di sekitar
kemaluan dan khitan”.
ü Ash-Sahihain
dari Abu Hurairah r.a Rasulullah SAW bersabda: ”fitrah itu ada lima: khitan,
mencukur bulu yang tumbuh di sekitar kemaluan,
mencukur kumis, memotong kuku, dan
mencabut bulu ketiak”.
3.
Hukum Khitan.
Hukum khitan dapat digolongkan
menjadi 2, yaitu sunah dan wajib. Dari kedua hukum tersebut kita dapat melihat
bagaimana ulasan atau landasan yang dipakai sehingga dapat melahirkan 2 hukum
di atas. Demikian penjelasannya:
ü Sunah.
Hukum sunah
ini dilandakan pada beberapa hadis di bawah ini:
Ø Imam Ahmad
dari Syidad bin Aus dari Nabi SAW,bahwa beliau bersabda: ” Khitan itu
disunahkan bagi kaum lelaki dan dimuliakan bagi kaum wanita”.
Ø Dari Hasan
Al-Bashri bahwa: ” orang-orang (dari berbagaibangsa) telah masuk Islam bersama
Rasulullah SAW: ada orang hitam, ada yang putih, orang, orang Romawi,
orang Persia, orang Habasyah. Namun beliau tidak memeriksa seorang pun diantara
mereka ( apakah mereka telah dikhitan).”
ü Wajib.
Ø Hukum wajib
ini juga memiliki penguatan tersendiri yaitu:
Imam Ahmad dan Abi Daud meriwayatkan dari Usman bin Kalibdari bapaknya
dan kakeknya bahwa ia telah datang kepada Nabi SAW. Is berkata,” Aku telah
masuk Islam.” Beliau bersabda: ” Buanglah rambut kekufuranmu dan
berkhitanlah”.
Ø Harb
meriwayatkan di dalam Masa’il-nya dari Az-Zuhri, bahwaRasulullah SAW bersabda :
” Barangsiapa yang akan masuk Islam , maka diwajibkan untuk
berkhitan, sekalipun ia sudah dewasa”.
Ø At-Tirmidzi
dan Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Ayyub,Rasulullah SAW bersabda: ” Ada 4
perkara yang termasuk dalam sunah-sunah Rasul,yaitu: berkhitan, memakai
wangi-wangian,bersiwak dan menikah.”
Ø Dari Waqi’
meriwayatkan dari Salim dari Amr bin Harim binJabir dari Yazid dari Ibn Abbas r.a:
” Orang yang tidak dikhitan tidak akan diterima amalan salatnya, dan sembelihannya
tidak boleh dimakan”.
Kesimpulannya, bahwa khitan adalah
syari’at Islam yang memang wajib dilakukan oleh pria baik yang belum baligh
atupun yang dewasa. Khitan juga adalah sebuah identitas diri yang dapat
dijadikan pembeda antara kaum muslimin dan kaum kafirin. Selai itu, khitan
memiliki keuntungan bagi kaum adam agar dapat menimalisir terjangkitnya
dari penyakit kelamin. Nah, berkenaan dengan hal ini akan diulas lebihlanjut
pada hikamah khitan.
4.
Khitan Bagi Wanita.
Khitan selalu identik dengan kaum
adam, hal ini memang wajar karena bila kita kembali ke pengertian khitan itu sendiri , bahwa memotong kulup pada penis.
Kita senua tahu penis adalah alat kelamin bagi lelaki. Nah, bagaimanakah hukum
jikawanita ingin dikhitan ?.
Sebenarnya Islam tidak pernah sekali-kali
membedakan antara wanita dan pria kecuali dalam hal khusus, misalkan salat. Di
mana pria dan wanita memiliki kedudukan yang sama. Namun, dalam hal ini seorang
wanita ingin menjajarkan dirinya dengan melakukan khitan adalah bukan cara yang
tepat. Karena pada dasarnya Islam hanya mewajibkan khitan bagi lelaki muslim
dan bukan diperuntukkan bagi wanita muslimah. Hal tersebut sesuai dengan hadis yang
diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal, bahwa khitan itu wajib bagi kaul
laki-laki ,tidak wajib pada wanita. Dan riwayat initelah sesuai dengan jumhur
ulama dan mujtahid,bahwa sunah mengkhitankan wanita,dan tidak wajib. Dan bila
kita mengaca pada hadis yang menyatakan anjuran wanita untuk berkhitan demi
menjaga kemuliaanya seperti hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Syidad
bin Aus itu merupakan hadis lemah. Namun, kalau hal itu adalah kuat atau rajih,
tetap hukumnya sebatas anjuran dan bukan kepastian untuk harus dilakukan. Wallahu‘alam.
5.
Waktu Wajib Khitan.
Kebanyakan ulama berpendapat, bahwa
khitan itu wajib dilaksanakan ketika anak akan mendekati masa baligh. Dengan
harapan bahwa anak itu akan siap menjadi seorang mukallaf yang akan memikul
tanggung jawab dalam melaksanakan hukum-hukum syari’at dan perintah-perintah
Tuhan. Dan ketika memasuki masa baligh, ia telah dikhitan, sehingga ibadahnya
sah, seperti yang digariskan dan diterangkan oleh Islam. Akan tetapi ada yang
lebih utama bagi orang tua adalah mengkhitankananaknya pada hari-hari pertama
setelah kelahirannya. Sehinnga ketika anak telah mengerti sesuatu dan memasuki
masa remaja ia mendapatkan bahwa dirinya telah dikhitan. Dengan demikian, anak
akan merasa tenang. Sesuai dengan hadis yangdiriwayatkan Al-Baihaqi dari Jabir
r,a: ” Rasulullah SAW telah mengaqiqahi Hasandan Husain dan mengkhitani mereka
pada hari ketujuh (dari kelahiran mereka).”
6.
Hikmah Khitan.
Hikmah yang dapat diambil dalam
permasalahan ini adalah
a. Khitan
adalah pangkal fitrah, syiar Islam dan syariat.
b. Khitan
merupakan salah satu media bagi kesempurnaan agama yang disyari’atkan Allah
lewat lisan Ibrahim a.s. yaitu agama yang mencetak hati umat manusia untuk
bertauhid dan beriman.
c. Khitan
sebagai pembeda antara kaum muslimin dan kafirind.Khitan merupakan pernyataan
ubudiyah (ketetapan mutlak) terhadap Allah
d. Khitan dapat
membersihkan kotoran, penyakit dan mencegah bakteri maupunvirus yang
berbahayaf.Khitan membuat kebersihan,keindahan, dan menstabilkan syahwat
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULSN
1.
Yang harus
dilakukan seorang pendidik saat kelahiran.
a.
Memberi ucapan selamat dan rasa turut gembira ketika
seseorang melahirkan.
b.
Mengumandangkan adzan ke bayi dari telinga kanan dan
iqamat pada telinga kiri.
c.
Mentahnik anak.
d.
Mencukur rambut kepala anak.
2.
Pemberian Nama Anak Dan Hukumnya.
a.
Waktu memberikan nama.
b.
Nama-nama yang disukai dan dibenci.
c.
Termasuk sunnah menggabungkan nama
ayah dengan anak.
3.
Aqiqah Dan
Hukumnya.
Secara
etimologis , aqiqah adalah memutus. Sedangkan menurut istilah adalah, aqiqah
berarti menyembelih kambing untuk anak pada hari yang ketujuh dari kelahirannya.
Hukumnya ada yang di sunnahkan dan tidak wajib, wajib dan haram.
Hikmah yang dapat diambil dalam
proses aqiqah ini adalah sebagai berikut:
a.
Suatu pengorbanan yang akan mendekatkan jiwa anak pada
Tuhannya.
b.
Sebagai suatu penebusan anak dari segala marabahaya
dan bencana yang akandialami oleh anak kelak.
c.
Merupakan pelunasan gadai anak yang berfungsi peberian
syafaat anak kepada orang tuanya.
d.
Suatu media kegembiraan yang positif dan dianjurkan
oleh Islam.
e.
Dapat memperkuat tali persaudaraan antar sesama
manusia beragam, baik tetangga, kerabat, sahabat, dan kaum lemah.
f.
Dapat meminimalisir kesenjangan sosial yang Allah
janjikan sebagai suatu penerapan keadilan sosial dan menghapus gejala
kemiskinan di masyarakat.
4.
Khitan Dan
Hukumnya.
Menurut
bahasa, khitan berarti memotong kuluf (kulit) yang meutupi kepala penis. Sedangkan
menurut istilah syara’, khitan adalah meotong bulatan kulit di ujung hafasah, yaitu
temat pemotongan penis. Hukum khitan ada sunnah dan wajib.
Khitan bagi
wanita hukum Sebenarnya Islam tidak pernah sekali-kali membedakan antara wanita
dan pria kecuali dalam hal khusus, misalkan salat. Di mana pria dan wanita
memiliki kedudukan yang sama. Namun, dalam hal ini seorang wanita ingin
menjajarkan dirinya dengan melakukan khitan adalah bukan cara yang tepat.
Karena pada dasarnya Islam hanya mewajibkan khitan bagi lelaki muslim dan bukan
diperuntukkan bagi wanita muslimah. Hal tersebut sesuai dengan hadis yang
diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal, bahwa khitan itu wajib bagi kaul
laki-laki ,tidak wajib pada wanita. Dan riwayat initelah sesuai dengan jumhur
ulama dan mujtahid,bahwa sunah mengkhitankan wanita,dan tidak wajib. Dan bila
kita mengaca pada hadis yang menyatakan anjuran wanita untuk berkhitan demi
menjaga kemuliaanya seperti hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Syidad
bin Aus itu merupakan hadis lemah. Namun, kalau hal itu adalah kuat atau rajih,
tetap hukumnya sebatas anjuran dan bukan kepastian untuk harus dilakukan. Wallahu‘alam..
Hikmah yang dapat diambil dalam
permasalahan ini adalah
a. Khitan
adalah pangkal fitrah, syiar Islam dan syariat.
b. Khitan
merupakan salah satu media bagi kesempurnaan agama yang disyari’atkan Allah
lewat lisan Ibrahim a.s. yaitu agama yang mencetak hati umat manusia untuk
bertauhid dan beriman.
c. Khitan
sebagai pembeda antara kaum muslimin dan kafirind.Khitan merupakan pernyataan
ubudiyah (ketetapan mutlak) terhadap Allah
d. Khitan dapat
membersihkan kotoran, penyakit dan mencegah bakteri maupunvirus yang
berbahayaf.Khitan membuat kebersihan,keindahan, dan menstabilkan syahwat
DAFTAR
PUSTAKA
Sumber :
http://www.scribd.com/doc/59256662/11/C-Aqiqah-Dan-Hukumnya.
http://www.scribd.com/doc/59256662/8/Hukum-Hukum-Yang-Secara-Umum-Berkaitan-Dengan-Kelahiran-Anak.
http://fkipunpas.wordpress.com/2012/06/05/materi-3-hukum-hukum-yang-secara-umum-berkaitan-dengan-kelahiran-anak/
Zuhaili, Wahbah, 1997, “FIQHUL ISLAMI”, Beirut;
Darul Fikr.
Al-Nawawi,1996, Al- MAJMU’, Beirut, Darul Fikr.
Al Syarbani, Syamsudin Muhamad ibn al-Khathbi, 1997, “Mughnil
Muhtaj”, Beirut; Darul Fikr.
No comments:
Post a Comment